Search
Menu
Mode Gelap

UMS Kukuhkan 4 Doktor Baru, Angkat Gagasan Hukum Transenden dalam Regulasi Agraria

UMS Kukuhkan 4 Doktor Baru, Angkat Gagasan Hukum Transenden dalam Regulasi Agraria
Pengukuhan empat doktor baru UMS di Ruang Seminar Gedung Pascasarjana. Foto: UMS
pwmu.co -

Program Studi Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali melahirkan empat doktor baru. Prosesi pengukuhan dilaksanakan di Ruang Seminar Gedung Pascasarjana UMS pada Senin (22/9/2025).

Empat doktor yang dikukuhkan adalah FX Ary Setiawan (doktor ke-98), Jhonsen Ginting (doktor ke-99), Mohammad Indra Bangsawan (doktor ke-100), dan Suryani (doktor ke-101).

Promotor Prof. Dr. H. Khudzaifah Dimyati, S.H., M.Hum., dalam sambutannya menegaskan bahwa para doktor harus terus produktif menghasilkan riset. Menurutnya, penelitian bukan hanya untuk kepentingan akademik atau pribadi, tetapi juga harus memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan bangsa.
“Jangan berhenti menulis dan meneliti setelah lulus. Jadikan riset sebagai kontribusi yang berkelanjutan,” pesannya.

Salah satu doktor baru, Suryani, mengangkat isu penting dalam disertasinya yang berjudul “Nilai dan Ruh Transenden dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Telaah Undang-Undang Sumber Daya Agraria).”

Dia menilai proses legislasi di Indonesia, khususnya di bidang pertanahan, sering kali tidak transparan, minim partisipasi publik, bahkan sarat dengan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme.

Menurutnya, hal ini menunjukkan lemahnya perhatian terhadap aspek pembentukan undang-undang dibandingkan dengan perhatian publik pada putusan pengadilan.

“Sering kali prosesnya menimbulkan rasa kecewa, bahkan jijik, karena undang-undang yang lahir tidak mencerminkan kepentingan rakyat,” ungkapnya.

Iklan Landscape UM SURABAYA

Suryani menegaskan perlunya paradigma hukum transenden dalam hukum agraria nasional. Paradigma ini, menurutnya, sangat relevan karena berlandaskan pada nilai spiritual dan moral bangsa Indonesia.

Dia mencontohkan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai fondasi penting untuk dihadirkan dalam regulasi.

“Nilai transenden adalah pengakuan atas sumber ilahi yang harus diaktualisasikan secara konsisten. Nilai itu perlu dihayati oleh para pembentuk undang-undang agar tercermin dalam setiap produk hukum,” jelasnya.

Namun, dia juga mengkritisi bahwa dominasi kepentingan politik dan ekonomi sering mereduksi nilai-nilai transenden menjadi sekadar kepentingan liberal-kapitalis.

Akibatnya, banyak undang-undang justru lebih berpihak pada kelompok tertentu daripada masyarakat luas. (*)

Iklan Landscape Mim6tebluru

0 Tanggapan

Empty Comments