Pesan berkemajuan Ahmad Dahlan pada perempuan diulas Ernawati Kristinningrum, guru SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo.
PWMU.CO – KH Ahmad Dahlan sangat terbuka pada perubahan. Hal tersebut membawa Persyarikatan Muhammadiyah menjelma menjadi organisasi yang dinamis. Dengan dasar al-Quran dan as-Sunnah, Kiai Dahlan menyikapi aspek kultur seperti bid’ah dan taklid.
Pikiran maju dan terbuka Ahmad Dahlan, tampak saat mengajak dialog anak-anak perempuannya. “Jika kaum laki-laki melihat aurat kalian, apakah kalian tidak malu?” tanyanya.
“Tentu malu,” jawab mereka.
Lalu Kiai Dahlan melanjutkan pertanyaan. “Jika kalian merasa malu, lalu mengapa ketika sakit lalu berobat ke dokter yang laki-laki? Terlebih jika kalian hendak melahirkan anak,” lanjutnya.
Kiai Ahmad Dahlan lalu menyampaikan pesan yang di kemudian hari menjadi terkenal. “Jika memang kalian benar-benar merasa malu, teruslah belajar dan jadilah dokter, sehingga ada dokter perempuan yang khusus untuk kaum perempuan,” begitu pesan berkemajuan Ahmad Dahlan.
Menaikkan Harkat Perempuan
Petikan dialog tersebut diambil dari buku Pesan & Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam Hikmah Muhammadiyah (2007), karya Abdul Munir Mulkhan. Kisah tersebut tersebut hanya sepenggal bagian dari jejak langkah sang Kiai, dalam usahanya memuliakan dan menaikkan harkat martabat kaum perempuan di tanah air.
Ahmad Dahlan sangat getol menyatakan perempuan harus setara dengan laki-laki. Perempuan, menurut Kiai Dahlan, merupakan salah satu tonggak penerus perjuangan perempuan. Salah satu caranya adalah mengajak kaum perempuan mengenyam pendidikan. Ahmad Dahlan juga bagian dari ulama berpengaruh di awal abad ke-20 yang peduli dan menaruh perhatian terhadap kiprah perempuan.
Melalui organisasinya, Ahmad Dahlan berupaya menyumbangkan aspirasinya pada pemberdayaan perempuan. Bahkan, sebelum isu gender dan feminisme merebak di tanah air, dia sudah bergerak dan berjuang menempatkan kaum perempuan pada posisi yang sejajar dengan laki-laki.
Menurut Munir Mulkhan dalam bukun Kiai Ahmad Dahlan: Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan (2010), Kiai Dahlan menggunakan bentuk dan kegiatan yang terbilang baru pada masanya. Salah satunya menempatkan perempuan dalam berdakwah. Walaupun masih sangat sedikit, hal tersebut menjadi bukti tidak adanya diskriminasi gender dalam syiar Islam yang dipraktikkan Ahmad Dahlan.
Gagasan Aisyiyah
Sejak mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912 di Yogyakarta, Ahmad Dahlan selalu menjadikan perempuan sebagai bagian penting dalam mendukung organisasi. Hal tersebut tampak saat sang Istri Siti Walidah diajak untuk mengagas Aisyiyah pada 1914. Di kemudian hari, Aisyiyah tampil sebagai organisasi pergerakan perempuan Muhammadiyah.
Gagasan pendirian Aisyiyah bukan untuk membedakan kedudukan laki-laki dan perempuan. Ahmad Dahlan sadar, adanya Aisyiyah karena dakwah persyarikatan butuh kepanjangan tangan terkait respon terhadap isu-isu perempuan. Selain itu, juga merupakan pemberdayaan perempuan melalui pendidikan serta pelayanan sosial (Arief Subhan, dkk., Citra Perempuan dalam Islam, 2003:7).
Hadirnya Aisyiyah memunculkan corak berbeda pada lingkungan sosial, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan dalam Persyarikatan. Gerakan Aisyiyah tidak hanya mengalami perkembangan pesat, namun juga mendatangkan manfaat. Terutama dari majunya harkat dan martabat perempuan indonesia.
Wujud nyata berkembangnya amal usaha Muhammadiyah dimana Aisyiyah ada di dalamnya berupa hadirnya Taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (setara SD, SMP, SMA), hingga perguruan tinggi.
Hingga kini, pemberdayaan perempuan di Muhammadiyah masih berlanjut. Pada sektor pendidikan, Aisyiyah berjalan pada pengembangan visi pendidikan yang berlatar akhlak mulia bagi umat dan bangsa.
Tujuannya, meningkatkan kualitas pendidikan (formal, non-formal, dan informal) dengan beragam program yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga, tercipta manusia muslim bertaqwa, berakhlak mulia, cakap, percaya diri, cinta tanah air, dan bermanfaat bagi masyarakat serta mendapat ridha Allah SWT.
Program-program tersebut menyasar permasalahan pendidikan dari segala umur. Mulai dari tingkatan pra TK hingga sekolah menengah umum dan keguruan. Pada sektor kesehatan, Aisyiyah berkonsentrasi pada rumah sakit, rumah bersalin, badan kesehatan ibu dan anak, dan balai pengobatan serta Posyandu. Seluruhnya tersebar di seluruh Indonesia dan dikelola Majelis Kesehatan dan Lingkungan Hidup.
Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Melalui Majelis tersebut, Aisyiyah juga melakksanakan kampanye tentang peningkatan pemahaman masyarakat serta penanganan penyakit yang berbahaya serta menular. Seperti penanganan HIV/AIDS dan NAPZA, serta bahaya rokok dan minuman keras. Caranya, dengan menggunakan berbagi macam usaha serta berkolaborasi dengan banyak pihak.
Seperti meningkatkan kualitas pendidikan dan perlindungan jaminan kesehatan reproduksi perempuan. Juga mengadakan pilot project sistem pelayanan terpadu antara lembaga kesehatan dan dakwah sosial, serta terapi psikologi Islami.
Pada sektor ekonomi, Aisyiyah berusaha memajukan Bina Usaha Ekonomi Keluarga Aisyiyah (BUEKA) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Saat ini, Aisyiyah mempunyai dan membimbing Badan Usaha Ekonomi di daerah dan cabang, yang merupakan badan usaha koperasi, pertanian, industri rumah tangga, pedagang kecil atau toko.
Sementara pada sektor keagamaan, Aisyiyah memiliki program majelis-majelis tabligh. Visinya, menjadi organisasi dakwah yang memberi pencerahan dalam kehidupan beragama, agar terbentuk masyarakat madani. Dan masih banyak sektor-sektor lainnya.
Dengan kata lain, kedudukan Aisyiyah sebagai organisasi otonom Muhammadiyah untuk memperperjuangkan kaum perempuan muslimah. Secara organisasi bersifat horizontal, serta sebagai partner pergerakan langkah Muhammadiyah. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.