PWMU.CO – 7 Persolan Anak saat Pandemi disampaikan Prof Dr Alimatul Qibtiyah MA dalam Kajian Tarjih Muhammadiyah bertema “Kedudukan Anak Angkat dalam Islam” yang di selenggarakan Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan melalui Zoom Clouds Meetings, Rabu (28/10/20).
Dia menjelaskan, anak membutuhkan bimbingan, peningkatan kapasitas, dan perlindungan. “Karena anak sebagai amanah Allah saat ini menghadapi banyak persoalan baik di dunia pendidikan, pengasuhan, maupun di area lainnya,” ujarnya.
Menurutnya sekarang ini yang paling banyak dihadapi adalah di dunia pendidikan. Karena yang harus di adaptasi adalah persoalan-persoalan pandemi.
“Nah landasan normatifnya adalah jangan tinggalkan generasi lemah, lalu keluarga berkewajiban melindungi anggotanya dari api neraka Atau juga setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, orangtuanyalah yang menjadikan dia akan seperti apa,” jelasnya.
Tiga Kewajiban Normatif Kemanusiaan
Alimatul Qibtiyah menjelaskan, ada tiga kewajiban normatif kemanusiaan yang menjadi tanggung jawab orangtua pada anak. Pertama, menjadikan anak yang tangguh sehat, bahagia, sejahtera, dan jujur dalam perkataannya.
Kedua neraka yang dimaksud pada Surat at-Tahrim Ayat 66 tidak hanya di alam akhirat tetapi juga dalam bentuk ketidaknyamanan di dunia ini. “Oleh karena anggota keluarga termasuk anak harus dilindungi dari penelantaran, eksploitasi, perundangan, diskriminasi, penyalahgunaan narkoba, peezinaan, dan hal-hal buruk lainnya,” pesannya.
Ketiga, orangtua atau lembaga masyarakat harus memperhatikan pengembangan kapasitas. Melindungi mereka dari hal-hal buruk baik keimanannya maupun kehidupannya.
“Subjek hukum yang berkewajiban melindungi anak adalah orangtua, keluarga berdasarkan urutan HAM perwalian, negara, dan masyarakat,” terangnya.
Tiga Fiqih Perlindungan Anak
Pada kesempatan tersebut, Kominsioner Komnas Perempuan Republik Indonesia itu menjelaskan nilai-nilai dasar—termasuk pada prinsip-prinsip umum kemudian pedoman praktis—perlindungan anak, persoalan-persoalan, dan solusinya.
“Jadi kalau kita bicara nilai dasarnya adalah tauhid, keadilan, dan maslahah,” terangnya.
Pertama, sambungnya, dari tauhid ini diturunkan kemuliaan manusia. “Jadi yang mulia tidak orangtua saja anak pun mulia karena juga manusia,” terangnya.
Untuk menjaga kemulian itu lalu ada hak hidup dan tumbuhkembang bagi anak. Maka di sini ada isu-isu yang sering terjadi di masyarakat yaitu aborsi, kematian bayi, balita, dan stunting.
“Nah, nilai dasar yang kedua adalah keadilan yang berbicara hubungan kesetaraan yang dibahas adalah hak-hak sipil dari pada anak termasuk identitas anak, pengasut anak, dan anak berurusan dengan hukum,” ujarnya.
Nilai dasar yang ketiga adalah kemaslahahatan. Prinsip umumnya adalah kasih sayang dan pedoman praktisnya kita dapat melihat hak perlindungan anak. “Maka muncul beberapa permasalahan terkait dengan anak seperti pernikahan amak, pengangkatan anak, trafficking, dan kekerasan sensual,” jelasnya.
7 Persolan Anak saat Pandemi
Alimatul Qibtiyah juga menguraikan tujuh persoalan anak saat pandemi Covid-19. Hal itu didasarkan hasil penelitian Save the Children Indonesia yang dilakukan secara daring pada tanggal 10-27 April 2020. Respondennya: 11.989 orangtua, 4689 guru, dan 883 lainnya.
Tujuh persoalan itu adalah, pertama berkurangnya kesejahteraan anak akibat orangtua kehilangan pendapatan.
Kedua kesulitan mendapat layanan kesehatan dasar. “Ketiga kesulitan mengakses layanan pendidikan berkualtas karena 85 persen orangtua mengalami kendala dalam pembelajaran jarak jauh dan 22 persen tak memiliki peralatan pendukung,” terangnya.
Keempat terbatasnya dukungan bagi anak dengan disabilitas, karena 833 ribu anak disabilitas sulit mengakses informasi panduan kesehatan tentang Covid-19. Kelima kehilangan orangtua karena 60 persen kasus Covid-19 menyerang usia produktif dan memiliki anak.
Keenam rentan terhadap kesehatan mental karena 46 responden orangtua mengatakan anaknya mengalami setidaknya dua dari masalah sulit berkonsentrasi, bingung, sudah tidur, stres, mudah lelah, dan kesepian.
Ketujuh bertambahnya kesengsaraan bagi korban bencana alam. Karena 60 sampai 70 persen korban bencana di Indonesia adalah anak-anak, perempuan, dan lansia.
Pengasuhan Anak di Rumah
Alimatul Qibtiyah menjelaskan masih banyak budaya di masyarakat perempuan bekerja empat kali lipat dari pada laki-laki—dalam hal mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan durasi lebih dari tiga jam. Menurutnya, perempuan lebih rentan terpapar Covid-19 karena banyak tenaga medis (perawat) perempuan. Mereka lebih capek dan stres.
“Ada sekitar 20,3 persen hubungan dengan pasangannya semakin tegang, di mana mereka yang mempunyai status nikah lebih rentan dari pada yang tidak menikah,” jelasnya.
Usia 31 sampai 40 tahun kelompok yang paling menjawab bahwa hubungan dengan pasangan menjadi lebih tegang sejak pandemi Covid-19
Anggota Mejelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu lalu menawarkan solusi. Yaitu sosialisasi budaya yang egaliter dan berkemajuan terkait dengan pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan adalah yang sangat penting.
“Juga kerja sama antara sekolah, orangtua, dan masyarakat dalam hal mencari solusi terbaik untuk kepentingan maka harus diikhtiarkan,” jelasnya.
Termasuk merperhatikan kesejahteraan secara lebih detil dan merata anak yang orangtuaya meninggal disebakan bencana, wabah atau kehilangan pekerjaan.
“Tidak menumpahkan kecapekan, kekesalan, dan persoalan ekonomi pada anak. Anak dipahamkan dengan situasi yang ada dengan menggunakan bahasa yang tidak abstrak,” ujarnya. (*)
Penulis Slamet Hariadi. Editor Mohammad Nurfatoni.