PWMU.CO – Ada Upaya Benturkan Muhammadiyah dengan FPI. Pernyataan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti terkait dengan kegiatan Habib Rizieq Shihab (HRS) yang dinilai abai dengan protokol Covid-19 menuai kontroversi.
Ada yang mendukung pernyataan Abdul Mu’ti, tapi sebagian lainnya menyayangkan karena dinilai berlebihan.
Abdul Mu’ti di antaranya menyatakan, sebagai tokoh semestinya HRS memberikan contoh agar dalam setiap kegiatan mematuhi protokol Covid-19 dan mengajak anggota FPI (Front Pembela Islam) dan massa untuk menjadi warga yang baik. Aparatur pemerintah, khususnya satgas Covid-19, seharusnya berani menegur dan menertibkan semua acara yang tidak mematuhi protokol, termasuk acara HRS.
Ketika dimintai komentar terkait pernyataan Abdul Mu’ti tersebut, Dekan FISIP UMJ Ma’mun Murod Al-Barbasy justru menganggap bahwa pernyataan Abdul Mu’ti sebenarnya biasa saja.
“Kalau membaca secara utuh, pernyataan Mas Mu’ti sebenarnya biasa saja, datar-datar saja, dan khas Muhammadiyah. Mas Mu’ti kan hanya sebatas mengimbau agar semua pihak mematuhi protokol Covid-19 dalam menjalankan kegiatan apapun yang mendatangkan banyak orang, baik kegiatan di lingkup dunia pendidikan, perkantoran, keagamaan, dan kegiatan lain yang mengumpulkan massa,” terangnya pada PWMU.CO, Sabtu (14/11/2020)
Ma’mun Murod menjelaskan, hal itu menjadi kontroversi karena pernyataan Mas Mu’ti itu terkait dengan HRS, tokoh umat yang baru pulang kembali ke Indonesia dan tengah dielu-elukan pendukungnya. “Sehingga pernyataan apapun yang terkait dengan HRS pasti akan digoreng sedemikian rupa oleh media massa, apalagi kalau pernyataannya dinilai sedikit ‘menyentil’,” terangnya.
Justru kalau kita memahami dengan utuh, pernyataan tersebut sebenarnya sebagai bentuk kritik terhadap Pemerintah. “Makna statemen Mas Mu’ti terkait HRS bukan semata-mata terkait dengan acara yang diselenggarakan beliau, tapi sebenarnya kritik keras kepada Pemerintah yang tidak konsisten dalam menegakkan protocol Covid-19,” tegas Ma’mun Murod, yang juga menjadi Wakil Ketua Komisi KAUB MUI Pusat.
Jadi pernyataan Abdul Mu’ti itu pernyataan yang lazim dan senafas dengan semangat Muhammadiyah dalam penanganan pencegahan Covid-19.
“Kalau Anda paham apa yang dilakukan Muhammadiyah, pasti sepakat bahwa Muhammadiyah termasuk ormas yang sangat serius dalam melakukan penanggulangan Covid-19,” ujar Ma’mun Murod.
Untuk Anda ketahui, lanjutnya, secara material saja Muhammadiyah sudah menggelontorkan ratusan miliar rupiah untuk membantu Pemerintah dalam menangani Covid-19, maka semestinya Pemerintah juga jangan main-main dengan Covid-19, dengan melakukan pembiaran terhadap siapapun yang melanggar protocol Covid-19.
“Saya justru melihat ada pihak-pihak tertentu yang mencoba membenturkan Muhammadiyah dengan kelompok Islam lainnya. Terbukti bukan hanya pernyataan Mas Mu’ti yang diplintir, tapi sekarang beredar beberapa meme di banyak Grup WhatsApp yang mengutip pernyataan Mas Mu’ti tapi dengan kemasan yang sangat provokatif,” ujarnya.
Saya menduga kuat, sambungnya, pembuat meme itu punya mentalitas pengadu domba. “Persis seperti kararkter komunis yang suka mengadu domba. Ini yang harus diwaspadahi,” ujar Ma’mun Murod, yang juga aktif di LHKP PP Muhammadiyah.
Pernyataan Abdul Mu’ti
Seperti dikutip ibtimes.id, Abdul Mu’ti mengajak semua pihak mematuhi protokol Covid-19 dalam semua kegiatan baik pendidikan, perkantoran, keagamaan, dan kegiatan lain yang mengumpulkan massa.
“Sebagai pemimpin umat, Habib Rizieq semestinya memberikan contoh agar dalam setiap kegiatan mematuhi protokol Covid-19 dan mengajak anggota FPI dan massa untuk menjadi warga yang baik,” ujarnya.
Menurutnya, aparatur pemerintah, khususnya satgas Covid-19, seharusnya berani menegur dan menertibkan semua acara yang tidak mematuhi protokol, termasuk acara Habib Rizieq Shihab.
Menanggapi pernyataannya yang kemudan dijadikan meme secara tidak tepat itu, Abdul Mu’ti mengatakan, “Makna statemen saya soal HRS, bukan semata-mata pada acara beliau, tapi juga kritik kepada Pemerintah yang tidak konsisten menegakkan aturan.”
Dalam wawancara Kompas TV, Abdul Mu’ti menilai ketidaktegasan penegakkan aturan itu tebang pilih, yang harusnya berlaku untuk semua. Hukum dinilai tajam ke bawah, tumpul ke atas.
“Pedagang pasar diuber-uber, bahkan tidak boleh jualan karena dianggap tidak memenuhi protokol Covid-19. Mereka kehilangan mata pencaharian karena Covid-19. Tapi, elit politik dibiarkan melanggar protokol saat Pilkada, elit agama dibiarkan melanggar hanya karena orang besar. Ini tidak benar dan melukai rasa keadilan,” tegas Mu’ti. (*)
Penuls/Editor Mohammad Nurfatoni.