Melting Pot Muhammadiyah untuk Peradaban, kolom ditulis oleh Prima Mari Kristanto, akuntan berkantor di Surabaya.
PWMU.CO – 108 tahun usia persyarikatan Muhammadiyah per tanggal 18 Nopember 2020. Sebuah usia yang bisa dianggap tua, tapi sekaligus muda.
Jika disamakan dengan rata-rata usia manusia maka usia lebih dari satu abad termasuk langka bahkan luar biasa. Sementara jika diukur sebagai usia peradaban masih sangat muda dibandingkan peradaban Abasiyah, Andalusia, atau Utsmaniyah yang mampu bertahan antara 400-an sampai 800-an tahun.
Sebagian pihak menganggap Abasiyah, Andalusia, atau Utsmaniyah sebagai dinasti politik, sebagian lagi menganggap khilafah. Sementara Muhammadiyah adalah ormas, organisasi kemasyarakatan, bukan organisasi politik.
Kuali Peleburan
Perkembangan persyarikatan Muhammadiyah dewasa ini demikian pesat baik dari aspek pemikiran, ideologi, dan infrastrukturnya. Muhammadiyah telah menjadi melting pot (kuali peleburan), wadah pertemuan beragam pemikiran dan ideologi yang sama-sama bertujuan mewujudkan Islam berkemajuan.
Kondisi demikian seringkali dipandang sebagai mazhab tidak jelas oleh pihak luar. Meminjam istilah sebuah genre musik, bisa disebut aliran campursari: paduan musik keroncong, dangdut, dan pop.
Campursari lebih enak didengar dibandingkan dangdut koplo atau dangdut remix campur rock, jazz, pop dan lain-lain. Campursari mampu melejitkan biduannya—Didi Kempot—hingga ke luar negeri seperti Hongkong, Belandam dan Suriname.
Sebagian pihak menganggap Muhammadiyah liberal, sebaliknya ada yang menganggap radikal dan puritan, yang jika dipilah atau dipilih membingungkan bagi orang awam.
Daripada bingung lebih baik jalani sambil mikir atau mikir sambil jalan insyaallah lebih berkah daripada kebanyakan mikir dan berdebat.
Dalam internal Muhammadiyah tidak jarang terjadi klaim sebagai yang paling Muhammadiyah. Yang berbeda diberi label aneka warna. Mulai dari Muhammadiyah NU, Muhammadiyah Salafi, Muhammadiyah HTI, Muhammadiyah FPI, dan sebagainya.
Menyikapi hal demikian, baiknya semua pihak berkhidmat pada pimpinan, sebagaimana tim elite sekelas Liverpool misalnya, banyak pemain berlatar belakang tim sebelumnya atau negaranya.
Beragam pemain dengan aneka masa lalunya bisa melebur setelah berseragam “The Reds” sambil mengikrarkan You’ll Never Walk Alone, kalian tidak akan berjalan sendiri-sendiri, melainkan akan terus bersama ketika kalah atau juara dalam kepemimpinan Juergen Klop yang ditunjuk melatih dan mengatur semua urusan tim.
Infrastuktur Lengkap
Dalam aspek infrastruktur tidak diragukan lagi secara kasat mata ribuan cabang, ranting, dan amal usaha telah berdiri di seluruh penjuru Nusantara bahkan manca negara. Lembaga pendidikan formal serta informal mulai pra sekolah, playgroup hingga pascasarjana telah berdiri.
Secara berseloroh mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Ahmad Syafi’ie Maarif pada sebuah kesempatan pernah menyatakan bahwa tidak ada lembaga pendidikan di kolong langit sekarang ini sebanyak yang dimiliki Muhammadiyah. Temasuk amal usaha kesehatan, mulai dari balai pengobatan hingga rumah sakit elite.
Banyaknya infrastruktur persyarikatan baik infrastruktur ideologi pemikiran Islam maupun infrastruktur amal usaha, cabang, dan ranting cukup sebagai modal penopang peradaban masyarakat.
Peradaban masyarakat berkaca pada sirah perjalanan dakwah Rasulullah, dimulai dari gerakan tauhid pada periode Mekah kemudian membangun peradaban masyarakat di Madinah dengan beragam masalah dan peluang dakwah yang membentang.
Madinah bisa dikatakan lahan pembuktian konsep tauhid untuk mengatur masyarakat plural. Ada kaum Muhajirin dan Anshar. Sahabat Anshar terdiri dari suku Aus dan Khazraj yang memiliki riwayat perang suku.
Di luar Islam ada kelompok Yahudi Madinah penguasa ekonomi bani Nadhir, bani Qainuqa dan sebagainya. Demikian juga kaum Nasrani dan beragam watak sifat warga Madinah bisa sepakat dengan Piagam Madinah.
Madinah secara harfiah artinya kota. Sama dengan polis dalam bahasa Yunani yang menjadi asal kata politik. Asal mula politik hanya kebijakan untuk mengatur kota. Kemudian berkembang menjadi istilah dan disiplin ilmu bahkan praktik mengatur negara disebabkan perkembangan kota menjadi negara.
Fakta demikian dipakai oleh sebagian pihak untuk menyebutkan bahwa Rasulullah tidak pernah punya konsep atau menjalankan praktik sebuah negara Islam. Perdebatan bentuk dan konsep negara Islam selanjutnya demikian menarik, pro dan kontra termasuk perlu tidaknya Islam masuk wilayah politik.
Tanpa bermaksud memperpanjang perdebatan tentang politik dan negara Islam, peradaban Madinah yang dibangun Nabi dan sahabat tercatat sebagai perdaban yang menakjubkan.
Negara Madani—masyarakat Eropa menyebutnya civil society—menjadi idaman semua bangsa untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang menjunjung supremasi sipil, penegakan hukum, dan kesempatan ekonomi atau kesempatan berusaha yang adil bagi semua warga masyarakat.
Politik Adiluhung Muhammadiyah
Sementara Muhammadiyah dalam ikut serta menyampaikan konsep politik adiluhung merumuskan Darul Ahdi wa Syahadah. Politik adiluhung adalah tatakelola negara yang terdiri dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif berlangsung secara fair, jujur, dan adil.
Suatu konsep untuk membangun peradaban politik yang sangat luhur di mana diperlukan para pelaksana yang cakap dan terpercaya dalam memahami konsep tersebut.
Laksana sebuah tim elite atau tim impian (the dream team) infrastruktur Muhammadiyah sudah sangat cukup baik dari aspek sumber daya manusia maupun sumber daya fisik.
Segala rupa dan macam ideologi pemikiran alhamdulillah tidak menjadi masalah serius bersama kedewasaan pimpinan dan jamaahnya. Konflik terbuka bisa dihindari, sebagaimana adab sebuah tim sepakbola elite yang tidak pernah menampakkan konflik hingga perkelahian di lapangan. Semua diselesaikan di ruang ganti, waktu turun minum, dan latihan dalam arahan sang manajer tim atau pelatih.
Memasuki 108 tahun usianya, semoga persyarikatan bisa berperan lebih konkrit dalam ikut serta melakukan rekonstruksi peradaban di Indonesia. Wasilah atau sarana rekonstruksi peradaban tidak lain dan tidak bukan adalah politik.
Mencari partner politik yang sungguh-sungguh bisa mendengar aspirasi Darul Ahdi wa Syahadah, menjalankannya serta mewujudkannya.
Apa kata dunia nanti jika Muhammadiyah dianggap terlalu jauh masuk politik? Persyarikatan perlu menunjuk tim yang bisa menjawab semua pertanyaan tentang pentingnya politik bagi dakwah, sosial, pendidikan, dan kesehatan, bidang yang selama ini menjadi inti gerakan.
Sebagaimana tim sepakbola Hizbul Wathan, dari sekedar anggota LSBO (Lembaga Seni Budaya dan Olahraga), sekolah sepakbola (SSB) lalu menjadi anggota PSSI dan liga profesional demi dakwah dalam bidang olahraga khususnya sepakbola yang dipenuhi isu pengaturan skor.
Insyaallah persyarikatan bisa tetap lurus sebagai kapal induk dakwah ormas Islam berkemajuan tanpa mengubah haluan dan tujuan kapal. Kapal induk yang tidak didesain untuk perang bisa mendukung perang dengan personil dan peralatan yang dibawa di deknya.
Berpolitik bukan sebagai tujuan mencari kedudukan, kekayaan, atau menjadi bagian keributan, tetapi masuk arena keributan untuk mendamaikan, sebagai sarana dakwah dan beladiri agar tidak menjadi korban kebijakan politik yang tidak berpihak pada warga persyarikatan atau amal usaha khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Konsep Darul Ahdi Wa Syahadah butuh wasilah dan alat, sebagaimana roh membutuhkan jasad sebagai alat dan wujud pelaksanaan. Sebagaimana pula warga Muhammadiyah yang berniat berdakwah di arena olahraga membesut PS Hizbul Wathan dan perguruan beladiri Tapak Suci. Wallahualambishshawab. (*)
Melting Pot Muhammadiyah untuk Peradaban: Editor Mohammad Nurfatoni.