Info yang Dirakit Ilusi oleh Ali Murtadlo, jurnalis di Surabaya.
PWMU.CO-Inilah Puisi Rakitan. Judulnya memang begitu. Karya Sirikit Syah. Teman saya sesama wartawan. Dia berkarier di Surabaya Post dan saya di JP. Saya pernah menjadi ’anak buahnya’ saat memimpin JTV, dan Mbak Sirikit menjadi Ketua KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) Jatim.
Lebih dari tiga WA group mengirim puisi yang dipetik dari FB Dr Sirikit Syah ini. Memang menarik. Persis menggambarkan betapa kedodorannya Kapolda Metro Jaya dalam memberikan statemen yang logis saat konferensi pers lalu. Tentang terbunuh 6 anak muda FPI saat mengawal Habib Rizieq Shihab (HRS). Simaklah kutipannya.
Puisi Rakitan
Aku merakit puisi ini
Dari remah-remah celotehan
Yang kupungut di sana
Kurangkai di sini
Ada kisah yang menghinakan akal sehat
Yang justru muncul dalam pernyataan formal
Orang-orang berseragam
…
Ada senjata bawaan yang dibilang asli dan
sudah ditembakkan
Lalu diralat senjata direbut dari petugas
dalam perlawanan
belakangan dikatakan senjata rakitan
CCTV yang diharap merekam kejadian
Mati atau rusak…
Namun aneh, aparat mengaku punya bukti rekaman CCTV
Atas penyerangan dan perlawanan
Ini pasti rekaman rakitan
…
Setelah ini merakit apa lagi?
…
Puisi ini puisi rakitan
Kalau ada yang salah
Nanti akan saya rakit ulang
Sirikit Syah
9 Desember 2020
Pelanggaran HAM
Untuk menyelamatkan korps, info baru kasus ini segera diambil alih Mabes. ”Sekarang sudah ditarik ke Mabes Polri,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono. ”Soal senjata api yang ramai, penyidik sedang mengumpulkan bukti. Nanti akan kami sampaikan,” katanya.
Untuk mengademkan masyarakat, terutama jagad medsos yang lebih tertarik membahas ini ketimbang hasil Pilkada, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam Polri) juga telah membentuk tim khusus untuk mengusut tindakan anggotanya terkait dengan penembakan yang menewaskan enam anggota laskar FPI itu. ”Jadi kami proaktif. Apakah tindakan sudah sesuai dengan Perkap 8/2009,” kata Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Polisi mungkin lagi salah momen. Penembakan ini justru dilakukan dua hari sebelum Hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang jatuh 10 Desember hari ini. Karena itu, para tokoh seperti Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir mengingatkan itu. ”Siapapun di republik ini, negara sekali pun, tak boleh melanggar HAM,” katanya. ”Manusia adalah fii ahsana taqwim, semulia-mulia penciptaan. Karena itu Islam mengharuskan setiap insan mendapat perlindungan, hifdhun nafs,” katanya.
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua lebih tajam lagi. Dia menuding Polri telah melakukan pelanggaran HAM berat. Dia menyebut ada 5 alasan. 1. Polri telah membuntuti rombongan HRS. Padahal dia warga biasa, bukan teroris, bukan pengedar narkoba, dan bukan pula koruptor 2. Melakukan teror psikologis kepada keluarga HRS yang rombongannya terdiri perempuan, bayi, dan balita 3. Dan yang terberat, enam anak muda, bukan teroris, bukan penjahat, dibunuh tanpa proses pengadilan 4. Autopsi tanpa persetujuan keluarga 5. Ada tanda-tanda penganiayaan.
Menguatkan Puisi Rakitan Sirikit, Abdullah juga melihat betapa kedodorannya polisi memberikan argumentasi yang logis. ”Polda pertama mengatakan pistolnya asli, kemudian diralat rakitan, kemudian dikatakan merebut pistol petugas. Jika betul kasihan amat polisi kita senjatanya dapat direbut,” katanya. ”Belum lagi TKP yang sangat meragukan, tak ada police line-nya, tak menunjukkan bekas tembakan di mobil polisi dan seterusnya, banyak yang tidak masuk akal. Ada kebohongan publik,” katanya.
Yang paling fair dan dinantikan sebetulnya pihak independen. Bisa Tim Pencari Fakta yang reliable, bisa Komnas HAM dan sebagainya seperti permintaan tokoh seperti Aa Gym, kiai yang adem ini. Ada banyak cara adem untuk bikin adem. Mau?
Editor Sugeng Purwanto