Ucapan Presiden Selalu Diragukan oleh M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan.
PWMU.CO– Rakyat ragu-ragu memercayai begitu saja ucapan presiden. Fenomenanya, kesungguhan ucapan presiden itu masih dipertanyakan. Contoh, dua ucapan belakangan ini. Pertama, presiden minta masyarakat banyak memberikan kritik kepada pemerintah. Kedua, usulan revisi UU ITE. Rupanya presiden sadar bahwa UU ITE telah banyak ditafsirkan salah oleh aparat penegak hukum.
Membuka pintu kritik dan revisi UU ITE positifnya adalah terjadi proses demokratisasi. Namun masih besar pertanyaan apakah hal ini pertanda paradigma baru kepemimpinan yang percaya diri dan semakin kuat atau cermin bahwa pemerintah semakin lemah?
Sejak menjabat presiden untuk periode kedua, situasi ekonomi dan politik terasa semakin berat. Penanganan seperti tak terarah. Apa yang dirasakan dan menjadi kegelisahan rakyat selalu dicoba untuk ditutupi. Pandemi covid-19 berefek pada utang yang semakin membengkak, investasi mandek, serta pertumbuhan ekonomi yang negatif.
Kasus HRS dan FPI berujung pada tuduhan pelanggaran HAM. Demikian juga dengan penangkapan tokoh dan aktivis yang bernuansa politik. UU ITE menjadi alasan atas pelanggarannya. Korupsi terus terkuak mulai Jiwasraya, Asabri, BPJS hingga Bansos covid-19.
Desakan mundur serta pemakzulan menjadi wacana dan tuntutan publik. Sementara presiden tampak kesulitan memacu kerja dan mengendalikan kabinetnya. Menteri seolah berjalan sendiri-sendiri tanpa visi apalagi prestasi. Pemborosan dan kebocoran keuangan terjadi hampir di semua anggaran kementerian.
Permainan Politik
Membuka pintu kritik yang dilempar presiden tanpa dibarengi oleh pembebasan tahanan politik adalah omong kosong. Revisi UU ITE pun ditanggapi beragam. Ada yang setuju ada pula yang mendorong dicabut saja. UU ITE dinilai sama dengan UU Anti Subversi.
Di tengah pengelolaan negara yang semakin berantakan maka sikap akomodatif pada aspirasi rakyat adalah suatu keniscayaan. Pilihan ini untuk menopang langkah pemerintah yang semakin melemah.
Sebaliknya jika kritik dan revisi UU ITE hanya merupakan permainan politik, maka langkah lemah itu justru akan menambah goyah pemerintahan dan akhirnya ambruk tak tertolong.
Pembuktian itikad baik dari membuka pintu kritik dan revisi UU ITE adalah serius melanjutkan dengan langkah demokratis lain seperti pembebasan aktivis kritis dan perubahan kinerja aparat penegak hukum ke arah yang lebih manusiawi dan berkeadilan.
Tanpa ada langkah demokratis lanjutan, maka membuka pintu kritik dan revisi UU ITE hanya merupakan bualan politik dan sandiwara babak berikutnya saja. (*)
Bandung, 19 Februari 2021
Editor Sugeng Purwanto