Usia 50 Tahun, pesan tersirat Pak Nadjib sebelum wafat, ditulis Darul Setiawan, Co-Editor PWMU.CO yang kerap diminta meliput kegiatan Nadjib Hamid.
PWMU.CO – Saya termasuk beruntung menjadi salah seorang yang pernah dijapri Drs Nadjib Hamid MSi. Bersama Kontributor dan Co-Editor PWMU.CO dari Situbondo Sugiran, kami biasanya berlomba untuk meliput dan menulis ‘petuah’ Pak Nadjib, panggilan kami pada beliau.
Di setiap kegiatan offline sebelum pandemi, atau di masa pagebluk dalam kegiatan webinar online, selalu ada unsur kebaruan, tajdid, yang dibawakan oleh Pak Nadjib. Istilah-istilah yang membuat orang tergerak untuk mendengar, membaca, atau menyimak ulasannya. Pak Nadjib juga sellau memberi atensi pada publikasi dan dokumentasi kegiatan. Salah satunya dalam bentuk tulisan. Seperti pengalaman saya berikut.
Percakapan Terakhir
“Ikut upgrading ta Mas?”
Begitu tanya Pak Nadjib dalam chat WA yang saya terima pada Sabtu (27/2/21) malam itu. Seorang Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim yang selalu menaruh perhatian pada publikasi dan penulisan, termasuk dalam acara Upgrading Pimpinan Muhammadiyah sesi ke-5, yang digelar Majelis Pendidikan Kader (MPK) PWM Jatim.
“Inggih, ngeliput yang Thailand, Pak Nadjib,” begitu kata saya pada beliau.
Dalam tiap kegiatan upgrading yang digelar secara online itu, Pak Nadjib biasanya memberikan sambutan. Tapi malam itu beliau masih sangsi. “Saya lagi batuk. Semoga akhir acara masih bisa sambutan,” ujarnya.
“Ya Allah, syafakallah Pak Nadjib,” doa saya pada beliau.
Ternyata itu adalah chat terakhir saya dengan Pak Nadjib. Sebelum itu, beliau hampir selalu memberikan kiriman flyer webinar online. Saya pun biasanya sudah langsung menjawab, bisa atau tidak untuk meliput kegiatan tersebut. Termasuk pada acara yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LP2PPM).
Dalam webinar ke-17 LP2PPM yang digelar pada Jumat (26/2/21), salah satu pembicaranya adalah Menko PMK Prof Dr Muhadjir Effendy. Karena longgar, saya menyatakan kesiapan untuk meliput kegiatan yang ternyata bisa menghasilkan tiga tulisan tersebut.
“Mereka (LP2PPM) senang kegiatannya ditulis PWMU.CO,” kata Pak Nadjib pada Pemred PWMU.CO Mohammad Nurfatoni. Percakapan via chat WhatsApp (WA) tersebut diteruskan pada saya.
Pesan Tersirat
Sebelumnya, Pak Nadjib menjadi nara sumber pada webinar ke-16 LP2PPM, Jumat (16/2/21). Beliau didapuk mengulas profil ketokohan dan keulamaan KH Mas Mansur. Setelah mengirim flyer kegiatan saya menanyakan peliputan. “Khusus yang Pak Nadjib nggeh,” tanya saya.
“Ok, maturnuwun,” jawabnya sembari membagikan file materi dalam bentuk Ms Word dan PPT tentang KH Mas Mansur serta link Zoom kegiatan. Begitulah Pak Nadjib, data-data yang diberikannya hampir selalu lengkap. Para penulis berita mendapatkan banyak ilmu dari proses tersebut.
Ketika mengulas profil KH Mas Mansur, yang lahir di Surabaya pada 25 Juni 1896. Kemudian wafat di Surabaya pada usia 50 tahun setelah lama di dalam penjara. Pak Nadjib lalu memberikan pernyataan, yang saya membacanya seperti pesan tersirat.
“Kita punya banyak tokoh di Muhammadiyah ini yang wafat dalam usia relatif muda. KH Ahmad Dahlan juga wafat di usia 55 tahun. Mas Mansur 50 tahun, apalagi Jenderal Sudirman, malah sangat muda. Saya tidak tahu, apakah itu takdir atau mungkin di antara kita tidak peduli dengan kesehatan. Ini saya kira pelajaran bagi para aktivis, kini dan mendatang. Betapa orang-orang hebat itu kerapkali tidak memperoleh perhatian sepatutnya di bidang kesehatan. Sehingga wafat dalam usia sangat muda, 50 tahun,” ungkap Pak Nadjib pada saat itu.
Dan memang akhirnya Allah menakdirkan Pak Nadjib yang lahir pada 17 Desember 1964 itu kapundut, mudik, dan menemui Rabb Sang Maha Kasih itu pada Jumat, 9 April 2021. Pak Nadjib wafat di usia 56 tahun. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu.
Meliput Pak Nadjib
Berikut liputan berita yang pernah saya tulis dengan Pak Nadjib sebagai narasum bernya:
- Gegap Gempita Milad PWMU.CO Harus Dimonumenkan
- Mas Mansur: Agamanya Mapan, Jurnalistiknya Jalan
- Berorganisasi Perlu Perhatikan Empat Hal Ini
- Agar Tidak Jadi Katak dalam Tempurung
- Muhammadiyah Bukan Dahlaniyah
- Sejatinya Belum Muhammadiyah, Punya KTA tapi Jumud
- Pencerah Umat Fatalis di Masa Covid-19
- Jika Dakwah Hanya di Masjid, Siapa yang Selamatkan Pedagang Kecil dari Jeratan Rentenir?
Editor Mohammad Nurfatoni.