Guru Menulis: Refleksi dan Solusi oleh Musyrifah, kontributor Gresik. Tulisan ini Juara Harapan I Lomba Menulis Opini Milad Ke 6 PWMU.CO.
PWMU.CO– Menulis itu mudah. Rumusnya hanya menulis, menulis dan menulis. Kenyataannya tidak mudah dilakukan. Walau rumusnya mudah. Itulah yang saat ini tengah terjadi dan dirasakan banyak guru. Guru enggan menulis. Alasannya tidak mempunyai waktu, sibuk. Akibatnya tak banyak tulisan karya guru.
Padahal sehari-hari bergelut dengan banyak materi dan tulisan, handphone dan laptop sudah di depan mata, namun hany berkutat dengan materi mengajar, bahan ulangan, dan nilai-nilai.
Bukan sibuk menulis menuangkan ide cemerlang yang bisa mengasah daya pikir. Mengembangkan bakat melalui tulisan sebagai salah satu karya selain tugas mengajar.
Saat ini Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sedang digalakkan sebagai salah satu langkah meningkatkan kualitas siswa dan guru. Menumbuhkan pemahaman dan wawasan. Di dalamnya ada kegiatan membaca lalu menceritakan ulang apa yang dibaca. Tujuannya mengasah kemampuan siswa dan guru berpikir analitis, kritis, dan inovatif.
Tiga Alasan Guru Tidak Menulis
Pertama, banyak tugas. Ini alasan utama. Menulis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), bahan ajar, tugas sekolah yang tak kunjung selesai. Padahal semua alasan itu bisa diatasi dengan menyisihkan sedikit waktu untuk menulis.
Kedua, kurang pengalaman dan skill. Kurangnya pengalaman dan kemampuan adalah salah satu faktor yang menyebabkan guru tidak berani menulis atau menuangkan ide sebagai karya tulisan. Sehingga menyebabkan kurang percaya diri dengan ide yang disampaikan.
Kekhawatiran yang tinggi menyebabkan guru tidak berani melangkah untuk berkarya selanjutnya. Khawatir tulisan tidak bagus, khawatir tidak dibaca orang dan lainnya. Padahal sebenarnya guru setiap hari menuliskan kata-kata hingga menjadi beberapa kalimat. Baik itu di buku tugas, buku harian, di Facebook, WhatsApp, Instagram.
Beberapa guru di sekolah tidak menulis, bisa jadi karena kurangnya kemampuan teknik menulis dan tidak biasa menulis. Maka skills harus ditumbuhkan agar kualitas mengajar punya kelebihan.
Ketiga, Tidak Berani Memulai. Itulah sebab jarangnya guru menulis. Menulis harus dipaksa. Dimulai dari sekarang. Perlu diingat bahwa seratus kata berawal dari satu kata. Bahkan seribu kata juga berawal dari satu kata. Maka awali dengan satu kata, dan menulislah yang mudah. Awali tentang diri sendiri.
Jangan takut salah, atau tidak dibaca orang. Karena apapun yang kita tulis akan terus mengabadi walau kita sudah tidak di dunia ini. Kita akan dikenang dengan tulisan dan karya kita.
Tujuh Langkah Guru Menulis
Tugas guru sangat mulia. Mendidik dan mengajarkan tentang ilmu dan kebaikan. Kualitas guru terlihat dari kemampuan mengajar dan proses berdedikasi. Banyak hal yang harus dikerjakan dan diabdikan kepada agama, bangsa, dan negara. Pahala berlimpah dan tidak terputus terus mengalir untuk sebuah keikhlasan dan pengabdian.
Dalam sebuah nasihat penulis best seller Pramoedya Ananta Toer, ”Menulislah, jika kau tak menulis maka kau akan hilang dari pusaran sejarah dan peradaban manusia.” Maka penting bagi guru untuk menuliskan semua sejarah pengabdiannya agar karyanya dibaca dan dikenang oleh generasi selanjutnya.
Ada tujuh langkah agar guru menulis
Pertama, Menulis Sederhana Melalui Media Sosial
Bagi guru, handphone dan laptop sudah tidak asing lagi, karena kedua alat tersebut setiap hari yang menjadi teman dalam bekerja. Menulis di media sosial bisa menjadi salah satu alternatif untuk mengasah keterampilan dan keberanian. Tulisan kita akan dibaca banyak orang dan menginspirasi.
Kedua, Banyak Membaca
Membaca adalah syarat untuk terbiasa menulis. Tanpa membaca kita sulit menuliskan ide-ide yang kita inginkan. Karena tanpa membaca wawasan kita tidak seluas orang yang suka membaca.
Membaca tidak hanya bagi siswa namun guru pun wajib membaca. Membaca tidak harus dengan fokus membaca buku, namun membaca bisa berarti mendengar dan mengamati situasi serta kondisi sekolah yang memengaruhi perkembangan peserta didik, warga sekolah, lingkungan sekolah dan lain sebagainya.
Ketiga, Berani Menulis
Keterampilan menulis didapat dari kebiasaan berlatih menulis setiap hari. Guru harus mencoba menulis minimal seratus kata yang kemudian berkembang menjadi 300 kata atau lebih.
Untuk membangun keterampilan menulis guru, harus dimulai dari semangat yang tinggi untuk berbagi pengetahuan. Membangun keterampilan menulis seperti membangun rumah yang kokoh dalam menghadapi badai informasi yang tiada henti.
Keempat, Mengikuti Pelatihan Menulis
Guru bisa mengasah kemampuan dan keterampilan menulis dengan mengikuti pelatihan-pelatihan menulis atau jurnalistik di sekolah atau lembaga lain. Ini diperlukan untuk menambah pengetahuan teknik menulis, cara mencari dan menuangkan ide, cara mengembangkan tulisan agar enak dibaca.
Kelima, Mengikuti Komunitas Menulis Buku
Saat ini sudah banyak komunitas menulis buku di sekolah maupun kelompok lain. Menulis buku antologi adalah salah satu cara tepat memulai sebuah karya dan menjadikan kita percaya diri bahwa kita bisa berkarya.
Dibuat buku antologi agar semua guru memiliki pengalaman menulis dan diterbitkan bersama. Cara ini bisa memotivasi guru menulis dengan berkelompok. Jika tulisan sendiri sudah banyak maka bisa dibukukan.
Keenam, Berani Berkarya dengan Tulisan
Berani berkarya adalah satu pilihan yang tidak bisa ditawar. Menulis memang harus dipaksakan. Mulailah dengan satu kata kemudian lanjutkan lagi, sampai tulisan itu bermakna. Tambah lagi, kembangkan dan selesaikan. Karena keberhasilan seorang penulis adalah jika tulisannya selesai.
Ketujuh, Tidak Cepat Puas
Tidak cepat puas adalah salah satu cara agar kita berpacu untuk terus bergerak. Selalu memperbaiki dengan karya-karya selanjutnya. Tidak cepat puas bahwa karya kita sudah baik, pastilah masih banyak kekurangan maka jangan putus asa dan terus berkarya agar banyak bermanfaat bagi orang lain.
Semakin sering guru menulis, maka akan mendapat manfaat dari apa yang ditulis. Semakin banyak yang ditulis semakin banyak pula orang mendapat manfaat dari apa yang dituliskan.
Kita akan mendapatkan kebahagiaan dari menulis. Guru harus terus membangun keterampilan menulis agar tetap bisa berbagi dan berprestasi. Guru harus melakukan itu karena guru adalah teladan bagi muridnya. Pesan penulis akan terus sampai walaupun penulisnya sudah menutup mata. (*)
Editor Sugeng Purwanto