Cara Meraih Kemenangan di Tengah Perang Isu; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Bicara tentang perang isu adalah bicara tentang teknologi digital di dunia virtual. Siapa yang bisa menguasai dunia digital itulah yang menang.
Begitulah kata Ketua Lembaga Dakwah Khusus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Ustadz Muchammad Arifin MAg pada Kajian Akhir Agustus di Masjid Taqwa SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas) Gresik, Ahad (29/8/22) Subuh. Kajian ini sekaligus bagian dari Bimbingan Teknis Dai Komunitas Regional V.
Awalnya Arifin–sapaannya–menerangkan, pada era di mana semua aktivitas hidup nyaris dijalankan secara digital ini, seorang dai atau mubaligh harus paham bagaimana memanfaatkan teknologi digital sebagai media dakwah. “Ini sebuah tuntutan karena sekarang ini ada perang modern, disebut proxy war,” ungkapnya.
Di perang itu, sambungnya, tidak lagi mendatangkan tentara dan menggunakan senjata. “Sekarang menggunakan ‘pihak’ yang lain. Jadi musuh itu cukup duduk manis, tapi dia mengendalikan,” lanjutnya kemudian bertanya retorik, “Amunisinya menggunakan apa?”
Pertama, kata Arifin, menggunakan isu. Kemudian, dia menilai, adu domba ternyata cara strategis untuk melumpuhkan lawan.
“Kalau kita lihat perjalanan dalam sejarah Islam, beberapa sahabat meninggal dunia di antaranya karena adu domba. Lumpuhnya beberapa kekuatan negara Islam di dunia cukup dengan adu domba,” jelasnya.
Selain itu, bisa juga melumpuhkan dengan zat kimia, di antaranya seperti narkoba. “Narkoba sekarang bagian dari amunisi. Di Indonesia ini, dalam setiap jam, dua sampai tiga generasi kita mati sia-sia karena narkoba,” terangnya.
Hamba yang Menang
Bagaimana menuju sebuah kemenangan? Kepala Bidang Agama Sosial Budaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur i itu mengingatkan, “Allah sudah memberi resep, tinggal kita mau tidak menjalankan resep itu!”
Syarat pertama, ada di al-Mukminun ayat 1. Artinya, sungguh menanglah, beruntunglah, orang-orang yang beriman. “Jadi beriman adalah modal utama menuju kemenangan di hadapan Allah,” terangnya.
Apakah cukup beriman saja? Arifin menegaskan tidak. “Karena banyak orang beriman tapi tidak menjalankan perintah Allah,” jawabnya.
Saran selanjutnya, ada di ayat berikutnya. Dia menerangkan, “Buktikan imanmu kepada Allah dengan menaati Allah. Yaitu mendirikan shalat secara khusyuk, betul-betul merasa dilihat Allah.”
Kalau belum bisa khusyuk, Arifin mengimbau agar jamaah percaya yang mereka lakukan ketika shalat itu Allah SWT lihat. “Jangan sampai kita nggak bisa khusyuk, justru mengganggu orang lain yang ingin khusyuk sehingga menyebabkan kegagalan dalam mencapai kekhusyukan,” tambahnya.
Arifin juga mengingatkan, “Dalam shalat harus meninggalkan semuanya, termasuk urusan dunia.”
Dia lantas menyajikan video orang yang asal melempar barang bawaannya sebelum shalat, sehingga mengganggu fokus orang di sampingnya yang sedang shalat. Arifin pun menegaskan, “Shalat adalah simbol kepedulian dan ketaatan kita kepada Allah.”
Kenapa shalat diawali takbiratul ihram? Kenapa mengangkat kedua tangan? Dia menegaskan, “Karena itu simbol penyerahan!”
Seperti ketika penjahat tertangkap aparat penegak hukum, kalau sudah angkat tangan, tandanya sudah menyerah, siap disuruh apa pun. “Kita di hadapan Allah juga begitu. Kita menyerahkan diri kepada Allah lima kali dalam 24 jam. Subuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isyak,” paparnya.
“Ketika kepala dijundu orang kita akan marah, tapi dalam shalat kita ikhlas menempatkan kepala kita di atas bumi Allah karena kita sudah menyerahkan diri kepada Allah,” imbuhnya.
Menurutnya, khusyuk shalat saja belum cukup untuk menggapai kemenangan. Dalam ayat tiga, lanjutnya, dijelaskan kita harus menjaga dan menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna. “Di luar shalat kita harus bagaimana?” tuturnya.
Akhirnya dia mengingatkan, “Jangan sampai di masjid sudah bisa mendirikan shalat dengan baik dan khusyuk, menjaga bacaan dan gerakan, tapi di luar shalat tidak bisa menjaga diri dari perbuatan keji dan sia-sia!”
Oleh karena itu, Arifin menyatakan tantangan dai sekarang lebih berat. (*)