Transformasi Kader
Prof Haedar juga menekankan pentingnya transformasi ranah tempat berjuang. “Kita punya khittah tapi buta peran. Maka ruang-ruang harus dibuka! Ruang politik, ruang perusahaan, dan lain-lain harus dibuka. Kader harus punya kelebihan di atas rata-rata,” terangnya.
Kalau dulu, semakin lambat kuliah semakin bagus karena ada pendalaman, menurutnya sekarang tidak boleh begitu. “Sistem dan pendalaman kader harus multiperan dan multifungsi. Termasuk kader-kader di TNI, Polri, dan ASN,” tambahnya.
Ke depan, dia menilai Muhammadiyah akan berada di era yang cair dan penuh kompetisi. Maka Prof Haedar mengingatkan, “Kalau kita ingin membawa kemaslahatan bagi bangsa dan negara, harus ada yang di situ! Apapun bentuk sistem dan kondisi, kita tidak boleh alergi!”
Dia juga mengimbau agar kader Muhammadiyah tidak menjadi partisan. “Siapa pun yang jadi, harus kita jadikan ruang dakwah kita. Tapi kalau partisan, nanti jadi apriori. Jangankan kerjasama, bertemu saja sudah negatif. Itu keliru! Kita berinteraksi dengan pemerintah dengan integritas selain institusi yang mengontrol koridor kita,” jelas dia.
Sebab, lanjutnya, sistem di Muhammadiyah memberi ruang itu. Alhasil, dia menegaskan perlunya transformasi pendekatan dari ‘serba konfrontasi’ kepada ‘menghadapi’. “Kader Muhammadiyah sudah diajari untuk memiliki integritas, marwah, tidak korupsi, tidak menyimpang, tidak menyeleweng, dan tidak menyalahgunakan!” tuturnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni