Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd
Jamaah Salat Idul Fithri yang dimuliakan Allah swt.
Idul Fithri sebagai proses seseorang menemukan kembali jatidirinya (fithrah) merupakan perjalanan spiritual yang setiap orang berbeda-beda tergantung intensitas amaliyah masing-masing. Hanya saja perjalanan itu tidak berlebihan kiranya dapat disebut sebagai ikhtiar manusia mencapai capaian dunia dan akhirat berupa kemenangan, kebahagiaan, keberhasilan, dan sukses yang paripurna.
Itulah agenda kita berikutnya di bulan-bulan mendatang. Tanpa kesadaran individual dan kolektif sebagai umat rasanya kata kemenangan dan sukses itu hanya menjadi visi dan misi tanpa aksi. Umat Islam sebagai khairu ummah (ummat terbaik), ummatan wasathan (umat yang moderat dan memimpin), dan ummatan wahidah (umat yang solid dan integratif) harus diwujudkan dalam aksi dan agenda bangsa. Umat ini harus memimpin dan menentukan sejarah.
(Baca: Apa yang Perlu Disiapkan dan Dilakukan Jelang-Saat Lebaran? Ini Himbauan Muhammadiyah)
Dalam al Qur’an kemenangan dan sukses itu disebut dengan kata al Falah. Kata ini disebut beberapa kali turunannya dalam bentuk aflaha (4 kali), muflihun (12 kali), dan tuflihun (11 kali). Setidaknya sehari semalam kita diingatkan dengan kata al Falah sebanyak 2 kali dalam setiap adzan (hayya ‘ala al Falah).
Ibnu Katsir menyatakan, sukses dalam pengertian Islam adalah kebahagiaan dan kemuliaan secara material dan spiritual di dunia dan insya Allah berlanjut di akhirat. Sukses di dunia yang diukur bukan semata-mata dari prestasi dan gengsi sebagaimana kebanyakan masyarakat memahami. Tapi, kita kita juga melihat bagaimana capaian itu diraih apakah dengan cara-cara yang makruf atau munkar!
Dalam al Qur’an ada beberapa resep menuju kesuksesan yang sesungguhnya bermanfaat bagi upaya membangun karakter seseorang dan martabat bangsa dalam pergaulan internasional dewasa ini. Dengan resep ini umat Islam sudah seyogyanya mengevaluasi diri sambil merancang masa depan yang lebih baik menuju masyarakat Islam yang berkemajuan (modern). Di antaranya adalah :
(Baca: Redaksi Takbiran: Allahu Akbar 2 atau 3 Kali? dan Tuntunan Praktis dalam Ber-Idul Fitri)
Pertama, bekerja keras, cerdas dan ikhlas. Sesorang muslim dituntut memiliki etos kerja yang produktif dan inovatif dalam berkarya untuk membangun kehidupan dan penghidupan yang layak. Ia harus dapat menyeimbangkan pencapaian duniawi dan ukhrawi. Ia tidak akan menghalalkan segala cara dalam bekerja. Itu yang disebut bekerja ikhlas, yaitu disertai niat beribadah dan selalu berpijak pada etika Islam.
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila salat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi ; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu sukses.” (QS al Jumu’at : 10)
Rasululullah mengabarkan, Allah memberikan apresiasi yang tinggi kepada hamba-Nya yang mau bekerja keras,
وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Abu Hurairah berkata, Rasululullah bersabda ; “Nabi Daud itu tidak makan sesuatu kecuali dari hasil usaha tangannnya sendiri.” (HR Bukhari-Muslim)
(Baca:Khutbah Idul Fitri di UMM: Karakter Muttaqien untuk Indonesia Bermartabat)
Persoalan ini perlu kita tekankan karena baik di dunia maupun di republik mayoritas muslim ini justru nasib umat Islam masih tertinggal. Sektor ekonomi menjadi pengumpil (trigger) bagi sector lainnya, termasuk politik. Bank Dunia pada 2015 melansir laporan tahunan (Annual Report) tentang kondisi ekonomi Indonesia bahwa 1 persen rumah tangga menguasai 50,3 persen asset nasional. Dalam laporan majalah Forbes awal tahun ini disebutkan, dari 10 orang terkaya di negeri ini hanya 1 orang yang pribumi. Kemiskinan, pengangguran, dan kebodohan dapat menjadi pemicu kekafiran dan kekufuran.
Kedua, berjiwa tegar dan tidak putus asa. Sabar yang dimaknai sebagai keteguhan dalam mencapai cita-cita dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi ujian, kendala, dan godaan menjadi kunci sukses. Pada konteks ini membangun jejaring (networking) yang luas disertai kerja-kerja sinergis dan kemitraan strategis dapat mempercepat capaian kinerja sukses yang sejati.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah selalu bersiap siaga, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu sukses. (QS Ali Imran; 200).
(Baca:Khutbah Idul Fitri PWM Jatim: Berhari Raya tanpa Ber-Idul Fitri)
Ketiga, suka memberi dan menolong. Sikap ini sangat diperlukan bila kita ingin mancapai sukses.
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupannmu dan dengarlah serta taatlah; dan infaqkanlah yang terbaik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang sukses. (QS al-Taghabun : 16).
Menggiatkan jiwa filantropis alias berderma merupakan salah satu jalan mencapai keberhasilan hidup. Mantan Presiden AS Bill Clinton pernah menulis buku yang monumental berjudul Giving. Hasil kajian tim kerja Clinton terhadap beberapa tokoh dunia dari berbagai latar sosial dan perusahaan-perusahaan yang aktif membantu gerakan-gerakan sosial membuktikan bahwa pertumbuhan asset mereka justru berlipat ganda!
Demikian yang terjadi pada meraka yang nonmuslim. Mereka tumbuh besar karena menjalani hukum-hukum alam atau sunnatullah. Apa lagi kita seharusnya dapat berbuat lebih dari mereka. Allah swt menjanjikan akan membalas kebaikan memberi dan menolong orang lain itu dengan sepuluh kali lipat (QS al An’am : 160) dan bahkan hiongga 700 kali lipat (QS al Baqarah : 261). Subhanalllah!
(Baca: Dalam Fiqih, Muhammadiyah Itu Bukan NU dan 6 Penyakit yang Perlu Diwaspadai Terkait Lebaran)
Keempat, hidup disiplin dan taat azas (konsisten). Bangsa yang modern dan unggul selalu dicirikan kedisiplinan dan mentaati hukum.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebaikan agar kamu sukses.” (QS al-Hajj : 77).
Rukuk dan sujud selain memiliki makna hakiki ibadah salat juga dapat ditafsirkan sebagai hidup penuh disiplin dan taat azas. Dr Taqiuddin al Hilali dan Dr Muhammad Mushin Khan dalam Tafsirnya The Noble Qur’an menyatakan, setiap muslim wajib hidup disiplin kepada Allah dan Rasululullah sebagaimana ibadah salat serta disiplin kepada sesama manusia dalam akhlaq keseharian. Kedisiplinan berarti menghargai waktu, tertib dan teratur, taat aturan, dan bersikap tegas dan tuntas dalam proses pengambilan keputusan. Sayangnya, pada aspek ini bangsa kita masih tergolong lemah.
Demikianlah tantangan sekaligus peluang umat Islam ke depan untuk mencapai kesusksesan sejati hendaknya menggunakan pedoman al Qur’an dan Sunnah. Marilah kita tutup dengan doa untuk kesuksesan dunia dan akhirat kita.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ ٱلْوَهَّابُرَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَرَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وصلى الله على نبينا محمد وعلى اله وصحبه أجمعينسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَوَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Naskah ini ditulis oleh Ainur Rafiq Sophiaan SE MSi,Wakil Ketua LHKP PWM Jatim dan Dosen FISIP UPN Surabaya