PWMU.CO – GKJW Kunjungi PWM Jatim, Selasa (05/12/2023). Kedatangan pengurus Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) itu disambut oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Ir Tahmid Masyhudi.
GKJW ke PWM Jatim untuk menjalin kerja sama dengan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Pertemuan berlangsung di Ruang Rapat Pimpinan, Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Jalan Kertomenanggal IV/1 Surabaya.
“Sesungguhnya Muhammadiyah yang lahir tahun 1912 dulu itu sudah pernah banyak belajar ke Katolik,” ungkap Tamhid.
Dia mengungkap KH Ahmad Dahlan belajar sangat keras untuk bisa mendirikan sekolah. Bahkan ia juga kerap kali mendatangi pastur yang saat itu berada di Magelang.
“Belajar agar yang maju jangan orang-orang yang dekat dengan Hindia Belanda saja,” jelasnya. Di masa itu orang yang dekat dengan Hindia Belanda adalah mereka dari golongan Katolik maupun Kristen.
Kemudian KH Ahmad Dahlan belajar juga bagaimana membuat organisasi karena kesadaran umat Islam untuk membangun pola pikir rasional terbilang sangat beda.
“Umat Islam dulu kalau mau belajar ya belajar ngaji, jadi nggak ada namanya sekolah kesehatan, sekolah ekonomi atau lainnya,” tambah Tahmid.
KH Ahmad Dahlan juga pernah diangkat menjadi guru agama di salah satu sekolah Katolik dan di Kweekschool (Sekolah Guru) milik Belanda di Jetis dan OSVIA (Sekolah Among Praja) di Magelang. “Saat itu yang sekolah ada umat Islamnya juga, luar biasa ya,” ucapnya.
Pendirian Rumah Sakit
Tahmid juga menjelaskan fakta bahwa rumah sakit Islam baru didirikan pada tahun 1923. “Ada setelah 11 tahun Muhammadiyah lahir dan itu diketawain banyak orang,” tandasnya.
Masyarakat saat itu menganggap adanya rumah sakit yang dibangun Muhammadiyah ini menyamai kaum kafir yang sudah mendirikan banyak rumah sakit sebelumnya.
“Kalau umat Islam atau Muhammadiyah mendirikan rumah sakit dianggap kayak orang Kristen, bahkan mendirikan sekolah umum juga dianggap seperti itu dan hal tersebut jadi penghalang,” tutur Tahmid.
Untuk memajukan umat Islam, KH Ahmad Dahlan saat itu berhasil membangun sekolah yang menggunakan atribut jas dan sepatu.
“Nah ini juga dibilang menyamai mereka sehingga KH Ahmad Dahlan disebut sebagai kiai kafir, ya karena menyamai orang kristen itu tadi,” jelasnya.
Label kyai kafir ini yang akhirnya membuat masyarakat akhirnya membakar langgar yang sering dipakai KH Ahmad Dahlan untuk menunaikan shalat.
Tahmid juga menceritakan momen saat KH Ahmad Dahlan dan kadernya turut andil membantu bencana erupsi Gunung Kelud tahun 1919.
“Salah satu muridnya minta izin ke KH Ahmad Dahlan untuk datang ke kediri dan blitar untuk membantu korban erupsi,” ungkapnya.
Bermula dari peristiwa itulah sehingga Muhammadiyah terkenal dengan sebutan Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO).
Aksi ini terus berlanjut hingga Muhammadiyah menyewa kapal untuk memfasilitasi orang yang akan pergi haji.
“Jadi luar biasa Muhammadiyah melakukan hal yang nggak pernah dipikirkan oleh orang lain,” katanya.
Terakhir Tahmid mengatakan bahwa Muhammadiyah tidak hanya untuk Muhammadiyah dan umat Islam, tetapi justru Muhammadiyah hadir untuk memajukan bangsa dan negara. (*)
Penulis Bocca Della Verita Editor Mohammad Nurfatoni