PWMU.CO – Bawa misi perdamaian, kenapa Nasyiah harus bergerak? Anggota Majelis Pembinaan Kader (MPK) Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah Ninin Karlina SUd membahasnya pada Syiar Ramadhan 1445 Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur.
Ninin pun memaparkan landasan pergerakan untuk menjawabnya. Yakni meliputi landasan normatif Muhammadiyah, teologis, teoritis fikih perdamaian, dan maqasihd asy-syariah sebagai modal pergerakan.
Koordinator Peace Gen Chapter Solo ini lalu menjabarkan empat landasan normatif Muhammadiyah. Pertama, dalam Kepribadian Muhammadiyah, disebutkan perlu memperluas cara pandang, kawan, dan berjiwa toleransi.
Kedua, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. Menurut landasan ini, kata Ninin, “Dalam kehidupan bermasyarakat kita diminta untuk saling menjaga kerukunan.”
Ketiga, Risalah Islam Berkemajuan. “Di sana ada isu yang menggaungkan perdamaian dan wasathiah,” ujarnya.
Terakhir, Risalah Perempuan Berkemajuan yang mengamanahkan kepada perempuan menjadi aktor perdamaian. Sebab, Ninin menegaskan, perdamaian tidak mengenal jenis kelamin.
“Siapa yang menjadi aktor perdamaian? Bisa dari kader Muhammadiyah laki-laki maupun perempuan!” tuturnya di Aula Mas Mansur Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Landasan Teologis
Kemudian, Ninin menjelaskan landasan teologis. Merujuk buku karya tokoh Muhammadiyah, Hamim Ilyas, ia mengenalkan Tauhid Rahamutiyah (Tuhan yang Maha Rahmah) dalam Islam rahmatan lil alamin.
Pertama, Ninin menekankan, Allah menjadi Ilah berdasarkan rahmah, menjadi maliki yaumiddin berdasarkan rahmah, dan mengaktualisasikan seluruh
asma dan sifatnya berdasarkan rahmah. “Dalam al-Quran, Allah mengatakan diri-Nya rahmah, selalu membawa misi kasih sayang,” imbuhnya.
Kedua, Nabi Muhammad hadir di dunia juga membawa Islam rahmatan lil alamin. Nabi Muhammad diutus untuk mewujudkan kehidupan yang baik dengan tiga kriteria: sejahtera sesejahtera-sejahteranya, damai sedamai-damainya, dan bahagia sebahagia-bahagianya bagi semua.
Ketiga, Kitab Rahmat. “Kitab mengatakan itu larangan atau perintah itu wujud dari sayangnya al-Quran kepada hamba-Nya,” ujar Ketua Pimpinan Daerah NA Sukoharjo itu.
Dari landasan ini, Ninin bertanya retorik, “Kalau Tuhan kita rahmah, Muhammad kita itu rahmah, al-Quran kita itu rahmah; kalau kita menjadi orang jahat itu kepada siapa kita berkiblat?”
Landasan Teoritis
Selanjutnya, Ninin memaparkan landasan teoritis. Pertama, al–umuru bi maqashidiha. Yakni segala perkara, termasuk kerja-kerja perdamaian, tergantung
niatnya.
Kedua, adz–dhararu yuzalu. Yakni kemudharatan harus dihilangkan. “Konflik dan kerusuhan itu kita minimalisasi!” ajaknya.
Ia pun mengajak peserta agar tidak ikut terlibat debat kusir perihal pemilihan capres yang telah usai maupun wali kota yang akan berlangsung.
Ketiga, al–masyaqoh tajlibu taisir. Yakni kesulitan mendatangkan
kemudahan, ketika ada usaha mengurai benang-benang kusut itu. Pasalnya, ia yakin ada pandangan perdamaian itu sulit terwujud.
Terakhir, al–adah muhakkamah. Yakni adat bisa menjadi hukum. Ia mencontohkan masalah berupa bullyingmenjadi hal biasa dengan anggapan supaya mental anak kuat. “Supaya itu tidak menjadi adat, kita sebisa mungkin jadi aktor perdamaian!” tutur Ninin.
Maqashidu Syariah
Terakhir, Ninin menguraikan maqashidu syariah sebagai modal pergerakan. “Maqashidu syariah adalah tujuan dari syariat Islam itu sendiri,” terangnya.
Pertama, hifdzu nafs. Artinya, perlindungan kepentingan manusia. Kedua, hifdzu dien. Artinya, perlindungan keberagamaan.
Ketiga, hifdzul ‘akl. Artinya, perlindungan akal. Keempat, hifdzu nasab. Artinya, perlindungan keturunan. Kelima, hifdzul maal. Artinya, perlindungan harta kekayaan.
Ketika ada konflik atau keributan, kata Ninin, tujuan syariat Islam tersebut tidak tercapai. Karena itulah pergerakan perdamaian penting agar tujuan syariat Islam dapat terwujud.
Sejalan Progresif
Sebelumnya, moderator Erfin Walida Rahmania SPdI menyampaikan, “Tema perempuan perdamaian ini sejalan dengan tagline Progresif dan Risalah Perempuan Berkemajuan.”
“Term progresif di sini berbeda dengan term progresif pada umumnya. Pun berbeda dengan term progresif yang ada di misi Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur periode 2022-2026,” ujar Wakil Ketua PWNA Jatim Bidang Dakwah itu.
“Term progresif di sini merupakan akronim dari kata profetik, gesit, kolaboratif, responsif, dan inklusif,” lanjutnya.
Erfin menegaskan, ini menjadi saripati utama yang digali dan diturunkan dari nilai sekaligus karakter dasar yang sudah dipraktikkan dan dibudayakan hingga menjadi harapan untuk perbaikan Gerakan NA Jatim ke depan. “Supaya lebih memberi manfaat untuk umat,” imbuhnya.
Erfin lanjut menjelaskan, dalam Risalah Perempuan Berkemajuan dirumuskan dua hal penting. Yaitu Karakter Perempuan Berkemajuan dan Komitmen Perempuan Berkemajuan.
“Perempuan Berkemajuan adalah perempuan memiliki karakter beriman dan bertakwa, taat beribadah baik ibadah khusus maupun umum, berakhlak karimah, berpikir tajdid, bersikap wasathiyah, beramaliah shalehah, dan bersikap inklusif,” terang Erfin, Jumat (29/3/2024).
Perempuan berkemajuan, sambungnya, memiliki komitmen salah satunya menjadi aktor perdamaian. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni