PWMU.CO – Rasulullah mengencangkan ikat pinggang di 10 hari terakhir Ramadhan. Demikian yang disampaikan Ustadz Abdullah Taufiq MPd.
Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Paciran, Lamongan, itu mengatakannya saat mengisi tausiah Kajian Menjelang Berbuka Pimpinan Ranting Aisyiyah (PRA) Kandangsemangkon, Paciran, Jumat (5/4/24).
Kegiatan yang diprogram empat kali dalam bulan Ramadlan itu digelar saban hari Jumat. Ketua PRA Kandangsemangkon Astufah mengatakan, narasumber kajian menjelang berbuka dari mubaligh/mubaligah Muhammadiyah dan Aisyiyah Cabang sekitar Kandangsemangkon. “Alhamdulillah untuk kegiatan bertempat di Masjid Darussalam Muhammadiyah Kandangsemangkon,” ujarnya.
Mengencangkan Ikat Pinggang
Dalam tausiahnya, Ustadz Abdullah Taufiq menyampaikan, pada 10 terakhir bulan Ramadlan Rasulullah mengencangkan ikat pinggang. “Mari kita mengencangkan ikat pinggang untuk bertaqarrub kepada Allah SWT,” pesannya.
Ustadz Abdullah Taufiq kemudian menambahkan, setiap mubaligh-mubalighah selalu mengajak agar kita tingkatkan iman dan takwa. “Karena itu kita harus istikamah dengan iman dan takwa,” tuturnya.
Mubaligh itu kemudian mengutip ayat terkait mengapa manusia itu merupakan sebaik-baik ciptaan Allah, yakni termaktub dalam QS At-Tiin: 4.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Manusia, lanjut Ustadz Abdullah Taufiq merupakan sebaik-sebaik ciptaan Allah SWT. “Karena Allah memberikan tigal hal pada diri manusia, sehingga membedakan dengan makhluk Allah yang lain,” paparnya.
Tiga hal tersebut adalah pertama, manusia diberikan akal, kedua manusia diberikan nafsu, dan yang ketiga adalah manusia diberikan bisa menerima iman.
“Sebagai manusia yang baik maka harus bisa menjaga hubungan dengan Allah dan menjaga hubungan dengan sesama manusia,” lanjutnya.
Dalam penutup tausiahnya, tak lupa Ustadz Abdullah Taufiq mengingatkan sebagaimana sabda Rasulullah, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lainya.(*)
Penulis M. Mahmud. Editor Darul Setiawan.