PWMU.CO – Belajar forgiveness therapy di Halalbihalal SMA Muhammadiyah 10 (Smamio) GKB Gresik Jawa Timur, Rabu (17/4/2024).
Libur telah usai, siswa serta guru karyawan Smamio kembali ke sekolah untuk melaksanakan aktivitasnya. Di hari pertama masuk sekolah ini, seluruh sivitas Smamio melaksanakan halal bihalal Idul Fitri 1445 H.
Kegiatan yang dilaksanakan setelah pembiasaan shalat dhuha dan tadarus pagi ini digelar di Cordoba Convention Hall lantai 4 Smamio. Kegiatan dibuka dengan bagi-bagi THR untuk siswa yang bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sang pembawa acara.
Kepala Smamio Ulyatun Nikmah MPd mengatakan rasa syukurnya bisa bertemu kembali dengan seluruh sivitas Smamio dengan keadaan yang baik, sehat dan bahagia.
“Alhamdulillah kita bisa bertemu dan beraktivitas kembali dalam pribadi yang fitri. Taqobballallahu minna wa minkum untuk seluruh guru dan siswa Smamio,” katanya.
Dia berharap, jadikan amalan Ramadhan tetap menjiwai pembiasaan kita sehari hari dan semangat belajar menjadi insan yang lebih baik. Kita mulai dengan lembaran baru, saling memaafkan dan memperbaiki diri.
Acara intinya merupakan penyampaian materi Forgiveness Therapy dari Direktur Pusat Layanan Psikologi dan Konseling (PLPK) Smamio, Ika Familasari SPsi MPsi Psikolog.
Dalam materinya, dia menyampaikan tradisi mudik dan sungkeman ketika hari Raya Idul Fitri merupakan tradisi yang dilakukan selama bertahun tahun oleh warga Indonesia.
Menariknya tradisi sungkeman atau memohon maaf ini ternyata memberikan dampak positif yang luar biasa, bukan hanya semakin mempererat tali silaturahmi, namun juga dapat meningkatkan Kesehatan mental.
“Dalam psikologi memaafkan merupakah salah satu jenis terapi atau biasa dikenal dengan Forgiveness Therapy. Terapi ini merupakan salah satu terapi yang sudah banyak di praktekan dan dirasakan manfaatnya,” katanya.
Terapi ini, lanjutnya, bermula dari penelitian yang dilakukan pada pasien-pasien yang memiliki berbagai gangguan fisik dan gangguan mental, yang ternyata sumber masalahnya adalah adanya rasa marah, kecewa dan dendam yang dirasakan.
Alumnus Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) ini menyampaikan, berbagai emosi negatif ini ternyata dapat menstimulasi produksi hormon kortisol dan adrenalin sehingga tubuh senantiasa berada dalam kondisi tegang dan was-was. Hal inilah yang kemudian dapat memicu munculnys stress.
Sebaliknya, memaafkan ternyata berpengaruh pada kerja sistem saraf parasimpatis. Di mana sistem saraf ini akan mendorong kerja sistem imun tubuh menjadi lebih baik dan mendorong produksi hormon serotonin dan oksitosin yang dapat membuat tubuh lebih rilek, mendorong munculnya perasaan nyaman dan bahagia.
Ibu dua anak ini menambahkan, meskipun banyak sekali manfaat yang dirasakan karena memaafkan dan minta maaf, namun kenyataannya untuk meminta maaf dan memaafkan tidaklah semudah mengucapkan.
Adanya rasa marah, sakit, kecewa dan terpendam membuat kita sulit sekali untuk melupakan kejadian tersebut. Terlebih jika rasa sakit itu justru diberikan oleh orang terdekat. Hal inilah yang terkadang membuat kata maaf sulit untuk diberikan. Maka proses memaafkan memang membutuhkan proses dan tidak dapat terjadi secara instan.
“It’s okey, kita memang butuh proses yang penting kita menyadari bahwa kita memiliki berbagai macam emosi negative tersebut yang merupakan dampak dari peristiwa tertentu dan kita bersedia untuk melepaskan berbagai emosi tersebut demi kenyamanan dan kesehatan mental kita sendiri. Jadi dengan kata lain let it flow, let’s move and be happy,” pesannya. (*)
Penulis Novania Wulandari. Editor Ichwan Arif.