Oleh: Teguh Imami – Anggota MPID PWM Jatim dan Penulis Buku Jejak Kiai Ahmad Dahlan di Jawa Timur
PWMU.CO – Stasiun kereta api di Kepanjen dan Sumberpucung, Kabupaten Malang hingga kini terawat dengan baik. Meski mengalami pemugaran bangunan namun, bekas-bekas sejarahnya masih tersimpan dengan rapi. Dua stasiun itu sampai saat ini masih menyimpan jejak kebesaran Kiai Dahlan. Dari sanalah, Muhammadiyah di Malang pertama kali disebarkan.
Sepanjang jalur timur pulau Jawa memang tidak bisa dilepaskan dari penyebaran Muhammadiyah. Stasiun kereta api satu ke stasiun kereta api lainnya menjadi saksi Kiai Dahlan saat turun, datang ke pasar untuk berdagang batik, kemudian melakukan aktivitas dakwah. Pola yang sama juga bisa dilihat di kota lainnya seperti, Surabaya, Banyuwangi, Lumajang, Probolinggo, dan Malang.
Pada tahun 2018, Tim Museum Muhammadiyah melacak sejarah Muhammadiyah di Malang. Dari mana dan melalui saluran apa, Muhammadiyah bisa berkembang. Saat itu pelacakan dipimpin langsung oleh Wakil ketua MPI Pusat Muhammadiyah yang sekaligus juga cicit Kiai Dahlan, Bu Widiyastuti.
Setelah melakukan pelacakan, ditemukan bahwa Muhammadiyah Malang awal penyebarannya bermula dari Kecamatan Kepanjen dan Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang.
“Awal mula Kiai Dahlan datang ke Kepanjen dan Sumberpucung untuk berdagang batik dan sarung, setelah mengenal penduduk setempat, lingkungan sekitar, Kiai Dahlan pun berdakwah tentang Islam dan gerakan Muhammadiyah,” ujar Bu Wiwid setelah mendapatkan data sejarah.
Kebetulan, jalur kereta api dari Yogyakarta ke Malang berhenti di Sumberpucung lalu Kepanjen.
“Sebenarnya Sumberpucung waktu itu bukan tujuan utama wilayah dakwah beliau. Pada awalnya, aktivitas beliau di sana karena pola perjalanan kereta saat itu. Kadangkala berhenti, menginap di sana untuk berbagai alasan, bisa karena bahan bakar atau menunggu penumpang,” tambahnya.
Awal Mula Muhammadiyah di Kepanjen
Suatu ketika, Kiai Dahlan naik kereta api dan turun di stasiun Kepanjen. Tujuan awalnya, beliau ingin mengunjungi pedagang-pedagang batik yang aslinya berasal dari Kotagede, Yogyakarta. Tiba di Kepanjen, Kiai Dahlan langsung menuju rumah Saeroji. Saeroji sendiri saat itu belum mengenal Muhammadiyah.
Dalam buku Menembus Benteng Tradisi yang ditulis oleh Tim Muhammadiyah Jawa Timur, dijelaskan bahwa setelah dakwah Kiai Dahlan, Saeroji tertarik dengan Muhammadiyah. Kemudian, Saeroji mengumpulkan Haji Ahwan dan Haji Sidik. Setelah bersepakat satu sama lain, mereka mengajak tetua dan tokoh lain di Kepanjen. Akhirnya berdirilah Muhammadiyah.
Pada 21 Desember 1921, Muhammadiyah Kepanjen resmi berdiri dengan status cabang melalui Surat Keputusan Hoofdbestuur Muhammadiyah nomor 7/1921. Tidak lama setelahnya, Aisyiyah juga ikut didirikan.
Awal Mula Muhammadiyah di Sumberpucung
Suatu malam, satu tahun setelah berdirinya Muhammadiyah di Kepanjen, tepatnya pada tahun 1922, Kiai Dahlan sedang menunggu kereta api berhenti di sebuah kecamatan yang tidak jauh dari Kepanjen yaitu kecamatan Sumberpucung. Lama dinanti, kereta apinya tak kunjung datang dan hari sudah malam, terpaksa Kiai Dahlan mencari penginapan. Setelah lama mencari, Kiai Dahlan dipertemukan dengan kepala stasiun bernama Aspari.
Saat itu Aspari tidak mengenal siapa Kiai Dahlan atau belum mengenal Muhammadiyah. Setelah menginap itu, dalam buku Menembus Benteng Tradisi, dijelaskan bahwa Aspari kemudian tertarik dengan pribadi dan penampilan Kiai Dahlan.
Aspari masih penasaran dengan pribadi dan penampilan Kiai Dahlan setelah beberapa saat Kiai Dahlan menginap di rumahnya. Hal itu membuat suatu waktu Aspari datang ke Yogyakarta untuk bertandang ke rumah Kiai Dahlan. Di rumah Kiai Dahlan, Aspari menyamar menjadi seorang musafir.
Saat tiba waktunya shalat, Aspari meminjam sarung kepada Kiai Dahlan. Kemudian, diajaklah tamu tersebut ke dalam kamarnya dan dibukakan lemari pakaian. Kiai Dahlan mempersilahkan tamu tersebut mengambil sendiri pakaian mana yang dia sukai.
Aspari mengambil sarung yang paling bagus, konon sarung yang diambilnya merupakan sarung yang paling sering digunakan Kiai Dahlan. Sarung tersebut ternyata langsung diberikan kepada Aspari.
Sikap santun, sederhana, dan welas asih itulah yang membuat sekembalinya dari Yogyakarta, Aspari mendirikan Muhammadiyah di Sumberpucung pada tahun 1922.
Sebuah dokumen hasil riset Khozin, akademisi Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menemukan bahwa Tanggal 24 September 1926 ditetapkan sebagai hari jadi Muhammadiyah di Malang bersamaan dengan berdirinya Daerah Muhammadiyah Malang, meskipun jauh sebelum itu di Kepanjen tepatnya tahun 1921 telah berdiri Cabang Muhammadiyah dan pada tahun 1922 disusul dengan berdirinya Muhammadiyah Cabang Sumber Pucung.
“Memang ada 2 waktu tersebut, jadi awalnya 1921 Kiai Dahlan ke Kepanjen dan menjadi cikal cabang Muhammadiyah Kepanjen,” tegasnya. (*)
Editor Ni’matul Faizah