PWMU.CO – Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi agama Katolik mengunjungi Indonesia pada Selasa-Kamis (3-5/9/2024). Kunjungan tersebut membawa misi perdamaian antar umat beragama.
Selama kunjungan tersebut, Paus Fransiskus akan menggelar Misa Agung di Gelora Bung Karno (GBK Senayan). Misa Agung itu akan digelar pada Kamis (5/9/2024) pukul 17.00 sampai dengan 18.30 Wib.
Tidak semua umat Katolik bisa hadir ke GBK untuk mengikuti misa akbar. Namun, hanya yang memiliki gelang yang bisa masuk ke dalam. Total kurang lebih ada 86.000 umat Katolik dari seluruh Indonesia yang hadir dalam misa tersebut.
Dalam pelaksanaan misa, Kominfo berencana untuk menayangkannya di televisi secara nonstop. Maka jika biasanya di jam-jam tersebut ada kumandang adzan yang disiarkan oleh tiap stasiun televisi, maka khusus Kamis (5/9/2024) besok kumandang azan di TV diganti running text saja sebagai bentuk penghormatan pada umat Katolik.
Maka informasi tersebut mendapat beragam reaksi dari masyarakat. Ada yang membiarkannya, ada juga yang menentangnya karena mereka menganggap bahwa itu seperti pelarangan kumandang azan.
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Dr Muhammad Sholihin Fanani MPSDM memberikan komentarnya terkait hal ini. Dia mengatakan bahwa hal itu (mengganti siaran azan di TV dengan running text) tidak jadi masalah.
“Azan itu kan panggilan shalat pada umat Islam. Sedangkan kumandang adzan di TV bukan satu-satunya cara untuk memanggil/memberitahu umat Islam untuk segera melaksanakan shalat,” ujarnya.
Sholihin mengatakan bahwa masih baca lain untuk memanggil umat Islam untuk shalat.
“Misalnya adzan di masjid, di mushalla bahkan di HP kita juga bisa pasang alarm waktu shalat dengan panggilan azan,” lanjutnya.
Sholihin menekankan agar kita mesti saling menghormati terhadap sesama umat beragama, dan berdakwah dengan cara-cara yang lebih bijaksana. Hal itu termasuk bentuk sikap dewasa dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara.
“Masih banyak PR umat Islam dalam memajukan umat Islam di negeri ini. Misalnya mengatasi kemiskinan, pendidikan sosial, menurunnya moral anak-anak muda dan lain-lain,” terang Sholihin.
“Jangan sampai-sampai umat Islam ini disibukkan dengan hal-hal yang membuat energi kita habis karena perbedaan pandangan tidak ada habisnya,” tutupnya. (*)
Penulis Wildan Nanda Rahmatullah Editor Azrohal Hasan