
PWMU.CO – Sebanyak lima guru mewakili lima sekolah Muhammadiyah Jawa Timur kembali berpartisipasi dalam pelatihan penerapan Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), selama tiga hari, 31 Januari-2 Februari 2025 di Santika Hotel, Pandegiling, Surabaya.
Di antara peserta yang terdaftar dalam pelatihan LKLB antara lain, Thoyibbah (MI Muhammadiyah 03 Jugo Lamongan), Luluk Ismiyati (MI Muhammadiyah 7 Kenep Lamongan), Setiya Putri Asrida (SD Muhammadiyah ICP Sumberejo Bojonegoro), Ali Efendi (SMP Muhammadiyah 14 Paciran Lamongan), dan Muhammad Mandom (SMK Muhammadiyah 7 Kedungpring Lamongan).
Pelatihan ini diselenggarakan oleh Institut Leimena bersama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Institut Leimena secara konsisten mendorong penerapan LKLB di kalangan guru.
Dalam kurun tiga tahun sejak 2021, program LKLB telah melatih 9.258 guru dan pendidik lainnya, termasuk penyuluh agama, yang seluruhnya tersebar di 37 provinsi di Indonesia.
Direktur Program Institut Leimena, Daniel Adipranata, mengatakan program LKLB yang diadakan oleh Institut Leimena bersama puluhan mitra lembaga pendidikan dan keagamaan, bertujuan untuk membuka ruang perjumpaan di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.
Dalam konteks tersebut, program LKLB menyasar kepada para guru karena berperan strategis untuk membawa perubahan nyata di tengah masyarakat.
“Kita mungkin mempunyai tradisi dialog lintas agama, tapi sebenarnya itu hanya menyentuh kalangan elitis, seperti pemuka atau tokoh agama mungkin tidak ada masalah, tapi di bawah belum tentu, dan belum ada infrastruktur untuk membangun toleransi sampai ke masyarakat,” kata Daniel saat pelaksanaan Hybrid Upgrading Workshop di Surabaya, Jumat (31/01/2024).
Workshop LKLB kali ini diikuti oleh 35 guru dari agama Islam, Kristen, Buddha, dan Hindu. Para guru berasal dari berbagai wilayah di Jawa Timur seperti Surabaya, Lamongan, Malang, Mojokerto, Kediri, Bondowoso, Banyuwangi, dan lainnya.
Daniel menjelaskan program LKLB telah menjangkau guru atau pendidik dari seluruh provinsi di Indonesia, baik di perkotaan maupun pedesaan.
Program LKLB terdiri dari dua tahap, yaitu pelatihan secara daring yang telah dilaksanakan dalam 61 kelas, selanjutnya workshop secara tatap muka yang telah berlangsung 18 kali di sejumlah kota di Indonesia.

“Toleransi tidak bisa hanya sebatas pengetahuan tapi harus mengalami langsung lewat interaksi dengan mereka yang berbeda agama. Program LKLB memungkinkan hal itu, misalnya, guru Muslim bisa bertanya apa saja tentang agama Kristen kepada pendeta, sebaliknya guru Kristen juga bisa bertanya langsung kepada ustadz,” kata Daniel.
Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Dr Inayah Rohmaniyah, mengatakan program LKLB dimulai dari gagasan para tokoh seperti almarhum Buya Syafii Maarif, Alwi Shihab, dan Amin Abdullah.
Program LKLB membekali guru dengan kompetensi dan keterampilan konkret untuk berpikir kritis, termasuk dalam pengajaran agama di sekolah yang lebih mengedepankan indoktrinasi.
“Kami menyaksikan langsung bahwa mekanisme perubahan lewat model LKLB sangat efektif karena dimulai dari diri sendiri dengan memberikan pemahaman lalu kita bawa ke ranah sikap, dimana para guru yang berbeda agama duduk bersama, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, dan berkolaborasi,” kata Prof Inayah.
Prof Inayah adalah satu tokoh yang bermitra dengan Institut Leimena untuk mengembangkan modul workshop LKLB. Para guru yang mengampu berbagai mata pelajaran didampingi untuk membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (modul ajar) atau program dengan memuat nilai-nilai LKLB.
Selain itu, kata Inayah, para guru akan mendapat kesempatan berdialog secara langsung dengan pemuka agama lewat acara kunjungan ke rumah ibadah pada Sabtu (01/02/2025). Kunjungan ini dilakukan ke dua lokasi yaitu Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pregolan Bunder, dan Pura Agung Jagat Karana.
“Jadi sepulang dari workshop ini, para guru sudah membawa RPP atau program yang bisa langsung mereka terapkan di sekolah. Ini diharapkan menjadi gerakan masif, bola salju yang kita harapkan bisa membawa perubahan ke depannya,” kata Inayah.(*)
Penulis Muhammad Syaifudin Zuhri Editor Zahrah Khairani Karim