
PWMU.CO – Majelis Pendidikan Kader dan Pembinaan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur menggelar pelatihan instruktur untuk zona tengah. Kegiatan ini berlangsung di Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Jawa Timur pada Jumat-Minggu (21-23/2/2025).
Zona tengah mencakup wilayah Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, Jombang, Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kota Surabaya, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas instruktur dalam proses perkaderan Muhammadiyah agar lebih variatif dan interaktif.
Wakil Ketua PWM Jawa Timur, Sulthon Amin, dalam sambutannya menekankan pentingnya memperkuat perkaderan guna menjaga kesinambungan organisasi.
“Perkaderan adalah sebuah ikhtiar untuk menjaga kesinambungan Muhammadiyah. Oleh sebab itu, kita harus terus mencermati kekurangan dalam proses perkaderan, termasuk peningkatan kualitas instruktur,” ujarnya.
Sulthon juga menekankan bahwa pelatihan instruktur harus lebih inovatif dan tidak hanya bergantung pada metode ceramah.
“Banyak pelatihan berbayar yang mahal, tetapi dikemas menarik oleh para coach. Kita harus belajar dari mereka agar kader-kader kita lebih tertarik dan antusias,” tambahnya.
Dalam hal ini, MPKSDI telah berupaya menghadirkan berbagai pengayaan dalam pelatihan instruktur. Sulthon juga menegaskan bahwa metode ceramah, dalam taksonomi bloom, berada pada level pemahaman yang paling rendah. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih praktis dan aplikatif harus diterapkan.
Ia mencontohkan kisah dari Ustadz Adi Hidayat tentang efektivitas ceramah. Ustadz Adi Hidayat menceritakan bahwa ia sering berceramah di berbagai tempat dengan peserta yang antusias. Namun, ia belum pernah mengevaluasi sejauh mana ceramahnya dipahami dan diterapkan oleh para peserta.
“Ini menjadi refleksi bagi kita untuk meningkatkan metode perkaderan yang lebih kreatif dengan metode kekinian,” lanjut Sulthon.
Sulthon juga mengingatkan tentang metode perkaderan yang diterapkan oleh KH Ahmad Dahlan.
“Beliau tidak banyak berteori, tetapi langsung terjun dan mempraktikkan ajaran Islam, sehingga hasilnya maksimal. Sementara itu, kita cenderung terlalu banyak teori tanpa praktik, sehingga hasilnya kurang optimal,” tuturnya.
Pelatihan instruktur ini diharapkan dapat menyelaraskan metode perkaderan dengan kebutuhan generasi muda saat ini karena anak-anak milenial tidak bisa duduk lama untuk mendengarkan ceramah.
“Kita harus memahami metode yang tepat agar mereka tetap tertarik dan mau mengikuti kegiatan perkaderan,” pungkasnya.
Bagi para kader Muhammadiyah, pelatihan ini menjadi momentum penting untuk menyempurnakan metode pembinaan yang lebih efektif dan relevan dengan perkembangan zaman. (*)
Penulis Moh. Ernam Editor Ni’matul Faizah