
PWMU.CO – Muhammad Syamsuddin dalam bukunya “Manusia dalam Pandangan KH A Azhar Basyir, MA,” menuliskan bahwa fungsi manusia terbagi menjadi 4 kelompok (catur fungsi manusia). Yaitu: 1. fungsi manusia terhadap diri pribadi; 2. fungsi manusia terhadap masyarakat; 3. fungsi manusia terhadap alam; dan 4. fungsi manusia terhadap Allah.
Dalam buku bahwa menurut Azhar Basyir, secara naluriah manusia sebagai makhluk sosial cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakatnya setiap individu memiliki beban kewajiban terhadap individu-individu lain. Manusia mempunyai relasi fungsional berdasar atas kemanusiaan dan kekeluargaan (satu keturunan, bani Adam).
Dalam konteks berelasi fungsional yang berdasarkan atas kemanusiaan dan kekeluargaan tersebut, manusia saling membantu, memberi serta mengambil manfaat dari sesama dengan modal dan fasilitas yang Allah Subhanahu wa ta’ala berikan. Tentunya semua ini di atur oleh Allah Swt dan Rasulullah Muhammad Saw tentang bagaimana manusia hidup bersosial itu. Minimal ada dua surat dalam Al-Qur`an yang mendasari hidup bersosial itu. Yaitu dalam QS Al-Maidah ayat 2 yang menjelaskan keharusan saling membantu dalam kebaikan dan ketakwaan dan QS Adz-Dzariyat ayat 19 yang mengingatkan bahwa pada harta yang kita miliki ada bagian orang lain.
Kesadaran untuk saling membantu dalam berbagai situasi itu karena adanya keyakinan bahwa Allah Swt akan memberikan kehidupan yang lebih harmonis dan lebih aman tentram dalam bermasyarakat. QS Saba` ayat 39 (yang artinya): “Katakanlah, `Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya). Dan barang apa saja yang kalian nafkahkan atau infakkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebenar-benarnya atau sebaik baiknya.”
Anjuran menjaga semangat berinfak
Terjemah ayat di atas, oleh Buya Hamka dalam Kitab “Tafsir Al-Azhar”nya masuk dalam tema “pembangkangan orang-orang mewah”. Buya Hamka sendiri menafsirkan ayat 39 ini menjadi tiga bagian pokok. Pertama, menurut Hamka pangkal ayat ini memperkuat QS Saba` ayat 36. QS Saba’ ayat 39 ini menyuruh Rasul-Nya untuk memberi peringatan kepada orang orang yang teperdaya dengan banyak harta benda dan berkembangbiaknya anak dan keturunan. Mengingatkan bahwa belum tentu harta kekayaan yang banyak akan membawa keselamatan badan diri dan juga belum tentu pula keturunan yang berkembang biak akan menjadi kemewahan. Karena yang terpenting adalah mendidik diri untuk menafkahkan harta pada jalan kebaikan.
Kedua, bagian akhir dari QS Saba’ ayat 39 (yang artinya), “… dan barang apa saja yang kalian nafkahkan atau infakkan, maka Allah akan menggantinya”, menurut Hamka merupakan salah satu jaminan dari Allah — yaitu harta atau rezeki yang telah dikaruniakan Allah itu hendaklah segera dibelanjakan pula kepada jalan yang baik. Sangatlah banyak pintu kebaikan yang meminta dinafkahi, dan Allah berjanji akan mengganti.
Karena itu Hamka menegaskan bahwa anjuran untuk membelanjakan harta itu bukan hanya kewajiban bagi orang yang mendapat rezeki lapang. Bagi orang yang mendapatkan rezeki terbatas pun tidak lepas dari anjuran ini.
Selain itu, Hamka juga mengelaborasikan bahwa harta atau rezeki yang dari Allah itu bukan semata berupa benda. Artinya pikiran yang cerdas, ilmu pengetahuan yang dalam dan sebagainya juga merupakan rezeki. Di misalkan oleh Hamka seperti dalam bergotong-royong mendirikan sebuah tempat beribadat. Orang yang kaya (harta) memberikan sumbangan kekayaannya, orang yang beekepandaian (berilmu) memberi dengan membuat rencana rumah lalu memberikan rencananya itu (desain). Orang yang berkeahlian sebagai tukang memberikan pertukangannya. Semua itu, menurut Hamka, membelanjakan rezeki yang berasal Allah juga.
Ketiga, ujung ayat (yang artinya) “…dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebenar-benarnya atau sebaik baiknya”. Ujung ayat ini menurut Hamka dikuatkan oleh ayat yang lain dan hadis-hadis Nabi Saw, serta pengalaman orang-orang yang bertawakkal kepada Allah. Di sinilah timbul pepatah “rezeki tidak berpintu”, karena kadang-kadang rezeki datang di luar perhitungan kita.
Rasulullah Saw juga memberikan jaminan bagi orang-orang yang menginfakkan sebagian hartanya, sebagaimana dalam riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Sahabat Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi Saw bersabda :
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَيَقُولُ الْآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
“Tidak ada suatu hari mendatang dan seorang hamba Allah menemui pagi hari (hari baru) melainkan dua malaikat turun. Salah satu dari dua malaikat itu berdoa: Ya Allah berikanlah untuk orang yang gemar berinfak pengganti dari harta yang diinfakkan itu. Dan yang satunya berdoa: Ya Allah, berikanlah kepada orang yang kikir kebinasaan pada hartanya”.
Hadis ada dalam Shahih Al-Bukhari pada bab firman Allah Ta’ala QS Al-Lail ayat 5-10. Muhammad ibn Shalih al-‘Ustaimin dalam Syarh Shahih al-Bukhari menerangkan bahwa apabila terdapat sebagian orang-orang yang mendermakan harta mereka tidak memperoleh gantinya, menurut al-‘Utsaimin ganti itu bukanlah harus berupa harta benda. Bisa berwujud keberkahan dalam harta yang masih ada, ketenangan hati, memiliki keridhaan dengan kehidupan ini walau sedikit. Semua itu bagian dan bentuk dari penggantian harta yang diinfakkan.
Keyakinan bahwa ada jaminan dari Allah Swt bagi pemberi infak yang akan di ganti itu membutuhkan keimanan yang kuat kokoh. Keimanan yang akan menopang kehidupan di dunia ini bahwa segala sesuatunya ada yang mengatur — yakni Allah Swt. Keimanan tranformatif untuk mewujudkan kekuatan kehidupan bersosial-kemasyarakatan. Gelombang keimanan itu kadang bertambah (naik) dan kadang berkurang. Karena itu perlu daya, semisal senantiasa berdzikir kepada Allah Swt.
Kekuatan keimanan transformatif ini diharapkan melahirkan kesadaran untuk saling berbagi, membantu, memberi dan mengambil manfaat. Salah satunya adalah dengan berinfak ini. Karena itu, marilah kita senantiasa menggiatkan diri untuk senantiasa berinfak. Semoga Allah Swt mempermudah jalan kebaikan bagi kita bersama. Aamiin.(*)
Editor Notonegoro