Perkenalan saya dengan beliau melangkah ke tahap berikutnya, yakni melihat foto. Di hari-hari pertama tinggal di Pesantren sebelum pelajaran dimulai, saya berkunjung ke rumah beliau karena ingin berkenalan. Ternyata beliau tidak di rumah. Saya hanya bisa melihat fotonya yang dipasang di ruang tamu. Saya terkesan dengan matanya yang tajam dan kumisnya yang agak tebal di foto itu. Dari situ muncul bayangan seorang ustadz yang cerdas, kritis dan tajam.
Ketika pelajaran di Pesantren dimulai, barulah saya melihat wajahnya dan berkenalan sebagai guru-murid dan sesama orang Lamongan. Bayangan saya tidaklah salah. Dalam mengajar, beliau mengesankan seorang seperti yang saya bayangkan. Bersama teman-teman sekelas, saya menikmati gaya beliau mengajar dengan cara yang mudah difahami, sarat dengan dalil-dalil dan hujjah yang bernas.
Saya tidak bertanya mengapa hal itu terjadi dan siapa sesungguhnya Ust Mu’ammal, karena waktu itu saya masih anak berusia 10 tahun. Yang terekam di dalam benak saya adalah bayangan seseorang yang ahli agama dan ahli debat yang bisa membuat lawan debatnya tidak berkutik.
(Baca: Setahun Perginya Ulama Bersahaja Tempat Bertanya, kemudian Terantuk di Dewan Kembali ke Persyarikatan, serta Penulis Produktif dan Moderat)
(Baca juga: “Memanfaatkan” Ustadz Mu’ammal dan Komentar serta Kesan dari Kolega)
Beliau mengajar mata pelajaran Ushul Fiqh dan mendidik kami untuk berfikir kritis dan metodologis. Beliau telah memberikan ilmu dan membentuk pemahaman saya dalam soal-soal fiqh atau hukum Islam. Saya semakin merasakan manfaat ilmu yang beliau ajarkan dalam menghadapi pelbagai persoalan dalam kehidupan yang lebih luas setamat dari Pesantren.
Hubungan saya dengan Ust Mu’ammal terus berlanjut sebagai sesama alumni Pesantren Persis. Kami bersama-sama duduk dalam kepengurusan organisasi para alumni. Sebagai murid saya selalu menghargai beliau dalam menggerakkan roda organisasi itu di dekade 70-an. Tapi saya mempunyai kesan bahwa beliau tidak pernah merasa posisinya lebih tinggi sebagai guru. Beliau bersikap egaliter. Kami bebas berdiskusi pada posisi yang sama sebagai sesama pengurus organisasi alumni.
Interaksi lebih lanjut terjadi ketika kami sama-sama duduk dalam kepemimpinan Muhammadiyah Jawa Timur. Kami banyak belajar dari beliau. Kami menjadikan beliau sebagai rujukan dalam soal-soal agama khususnya dan soal-soal organisasi dan masyarakat umumnya. Saya bersyukur mengenal beliau dari sekedar bayangan sampai kenyataan. Saya bahagia menjadi murid dan sekaligus teman beliau dalam banyak kesempatan.