‘Kuanggap permintaan ini sebagai satu kehormatan,’ jawabku,” tutur Bung Karno kepada Cindy Adam yang ditulis dalam buku ‘Penyambung Lidah Rakyat Indonesia’. Sebelum mulai mengajar, Hasan Din juga berpesan kepada Bung Karno untuk tak memasukkan materi politik dalam pelajaran. “Pasti tidak, kecuali hanya akan kusebut bahwa Nabi Muhammad selalu mengajarkan kecintaan kepada Tanah Air,” jawab Bung Karno saat itu.
Tawaran Hassan Din untuk menduduki posisi Ketua Majelis Pendidikan dan Pengajaran diterimanya dengan senang hati. Ia pun dengan senang hati menaiki sepeda onthelnya memberikan pengajaran pada siswa/ siswi Madrasah Muhammadiyah di Kebun Roos. Tak heran jika pada tahun itu pula, Soekarno tercatat sebagai salah satu anggota resmi Muhammadiyah.
Meski demikian, perkenalan Soekarno dan Muhammadiyah telah terjadi sejak tahun 1916-an saat masih di Surabaya. “Dalam suasana yang remang-remang itu datanglah Kiai Ahmad Dahlan di Surabaya dan memberi tabligh mengenai Islam. Bagi saya (pidato) itu berisi regeneration dan rejuvenation daripada Islam,” kata Soekarno di depan Muktamirin Muktamar Setengah Abad 1962 di Jakarta.
Lebih lanjut Soekarno menyatakan, “Nah, suasana yang demikian itulah, saudara-saudara, meliputi jiwa saya tatkala saya buat pertama kali bertemu dengan Kiai Haji Ahmad Dahlan. Datang Kiai Haji Ahmad Dahlan yang sebagai tadi saya katakan memberi pengertian yang lain tentang agama Islam. Malahan ia mengatakan, sebagai tadi dikatakan oleh salah seorang pembicara, ”Benar, umat Islam di Indonesia tertutup sama sekali oleh jumud, tertutup sama sekali oleh khurafat, tertutup sekali oleh bid’ah, tertutup sekali oleh takhayul-takhayul. Dikatakan oleh Kiai Dahlan, sebagai tadi dikatakan pula, padahal agama Islam itu agama yang sederhana, yang gampang, yang bersih, yang dapat dilakukan oleh semua manusia, agama yang tidak pentalitan, tanpa pentalit-pentalit, satu agama yang mudah sama sekali.”
Bung Karno juga menuliskan cerita pertemuannya dengan Kyai Dahlan ini dalam buku ‘Di Bawah Bendera Revolusi’ bab ‘Memudakan Pengertian Islam’. Buku yang sempat dilarang pada rezim orde baru itu memang berisi pemikiran yang ditujukan kepada pemuda Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan. Karena ketertarikannya itu, tidak dilewatkannya kesempatan untuk mendengarkan tabligh dari Kyai Dahlan saat di Surabaya. “Tatkala umur 15 tahun, saya simpati kepada Kiyai Ahmad Dahlan, sehingga mengintil kepadanya.”
Setelah resmi menjadi anggota Muhammadiyah pada tahun 1938, delapan tahun berikutnya, 1946, Bung Karno meminta jangan dipecat dari Muhammadiyah. Ini karena perbedaan paham politik, orang Muhammadiyah umumnya berafiliasi kepada Masyumi sedangkan Soekarno adalah pendiri PNI (Partai Nasional Indonesia).
Bung Karno menegaskan bahwa, “Sekali Muhammadiyah, Selamanya Muhammadiyah.” (arkoun abqaraya)