PWMU.CO – Makna sabar hadapi ujian Covid-19 disampakan Wakil Ketua PWM Jatim Dr H Syamsuddin MA dalam Kajian Daring Smamda, Selasa (5/5/2020).
Dalam penganar kajian, Kepala SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Surabaya Astajab menyampaikan meskipun di tengah pandemi kita harus tetap melakukan ibadah puasa.
“Pemateri kajian daring (dalam jaringan) kali ini akan memberikan motivasi kepada kita dalam menghadapi pandemi Covid-19,” ujarnya.
Kontribusi Perangi Covid-19
Sementara itu Syamsuddin menyampaikan umat Islam tidak seharusnya menghindar atau acuh tak acuh dengan pandemi Covid-19.
“Umat Muslim harus ikut serta berkontribusi memerangi pandemi Covid-19 dengan patuh melakukan anjuran-anjuran yang disampaikan oleh para ahli, baik dari pemerintah, ulama serta tenaga medis untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19,” ungkapnya.
Sebagai manusia, sambungnya, tidak bisa menghindar dari ujian, karena sejatinya ujian merupakan anugerah. “Karena Allah ingin melihat dan memastikan siapa di antara hamba-hamba-Nya yang paling bertakwa,” jelasnya.
Menurut Syamsuddin hal ini merujuk pada al-Quran surat al-Baqarah ayat 165 bahwa ujian yang dihadapi oleh manusia itu kecil dibandingkan dengan nikmat yang diberikan kepada mereka.
Sabar Hadapi Ujian
“Kita sebagia umat Islam ketika mendapatkan berbagai ujian sudah seharusnya untuk bersabar menghadapi masalah. Senantiasa mengharap ridha Allah SWT dan meyakinkan diri bahwa ujian yang diberikan oleh Allah tidak akan melebihi batas kemampuan hamba-Nya,” terangnya.
Menurut Syamsuddin makna sabar bukan berarti pasif atau fatalitisme dalam menyelesaikan persoalan. “Makna sabar itu konsisten di dalam usaha memperoleh kesuksesan atau kemenangan dengan hukum-hukum yang ada,” tegasnya.
Makna dari bersabar misalnya menjauhkan diri dari segala hal yang bisa membatalkan puasa dan membatalkan pahala puasa.
Dalam kondisi seperti ini, ujarnya, tentu kita menginginkan pandemi ini segera berakhir. “Maka kita harus berikhtiar untuk mencegah penyebaran dan menyelamatkan jiwa manusia. Pentingnya bersabar dalam menghadapi suatu wabah seperti pandemi Covid-19 ini memiliki makna yang luar biasa,” paparnya.
Shalat di Rumah Saja
Syamsuddin menjelaskan konsekuensi dari diterapkannya physical distancing untuk memutus mata rantai COVID-19 berimbas pada ibadah Ramadhan.
“Seperti halnya kita tidak bisa melakukan shalat Tarawih berjamaah di masjid. Shalat Jumat diganti dengan shalat Dzuhur di rumah masing-masing dan melakukan tadarus di rumah saja,” jelasnya.
“Hikmah yang bisa dipetik yakni kita memiliki waktu yang berkualitas dengan keluarga untuk bersama meningkatkan ibadah di rumah,” imbuhnya.
Menurut para ahli virus, lanjutnya, Covid-19 ini penyebarannya sangat luar biasa cepat dibandingkan dengan virus lainnya, sehingga ibadah lebih baik di rumah masing-masing.
“Terkait dengan cara peribadatan saat menghadapi Covid-19 harus diperhatikan berbagai petunjuk atau protokol kesehatan yang dianjurkan oleh para ahli yaitu dengan melakukan physical distancing,” harapnya.
Agama memerintahkan untuk melakukan kewajiban sesuai dengan kemampuan kita. “Misalnya jika shalat jamaah di masjid dapat berpotensi terjadinya penyebaran virus, maka tidak diharuskan melakukan jamaah di masjid,” tegasnya.
Mati Syahid akibat Wabah
Dalam sesi tanya jawab, siswa Kelas X MIPA Ahmad Fatih Ramadhan berpartisipasi dengan mengajukan pertanyaan.
“Bagaimana penjelasan secara syariat bahwa orang yang meninggal dunia karena wabah dikategorikan mati syahid,” tanyanya.
Syamsuddin menegaskan terkait dengan penolakan jenazah terdampak Covid-19 ini sangatlah tidak boleh dilakukan, mengingat orang yang meninggal karena wabah tergolong mati syahid.
“Ada tiga kriteria mati syahid, yaitu pertama syahid dunia memperoleh puja puji dari manusia tetapi tidak memperoleh apa-apa di akhirat. Kedua syahid akhirat yang di dalamnya termasuk orang yang meninggal karena wabah. Ketiga adalah syahid dunia-akhirat,” terangnya. (*)
Penulis Eka Haris. Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.