PWMU.CO– Soal gabung POP, Muhammadiyah memutuskan tetap mundur dari keikutsertaan Program Organisasi Penggerak yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Demikian Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Abdul Mu’ti menyampaikan hasil rapat bersama PP Muhammadiyah dengan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) dan Majelis Pendidikan Tinggi dan Litbang (Dikti Litbang) di Jakarta, Senin (3/8/2020).
”Rapat memutuskan Muhammadiyah untuk tetap tidak berperan serta dalam program POP, ” kata Abdul Mu’ti. Rapat ini diadakan membahas permintaan Mendikbud Nadiem Makarim yang berkunjung ke Muhammadiyah, Selasa (28/7/2020) pekan lalu.
Kunjungan Mendikbud itu seiring dengan sikap Muhammadiyah yang mundur dari seleksi POP. Langkah ini kemudian diikuti NU dan PGRI.
”Muhammadiyah mengapresiasi silaturrahim Mendikbud ke PP dan meminta mengevaluasi program POP. Mendikbud saat itu memang sempat menyampaikan permintaan agar Muhammadiyah bisa bergabung dengan program POP,” ujarnya.
Namun terkait permintaan Mendikbud agar Muhammadiyah bergabung kembali, berdasarkan rapat pimpinan bersama sepakat tetap mundur. Alasannya, sambung Mu’ti, sekarang ini sekolah-madrasah dan perguruan tinggi Muhammadiyah sedang fokus penerimaan siswa baru dan menangani berbagai masalah akibat pandemi covid-19.
Komitmen Membantu Pemerintah
Seperti disampaikan sebelumnya, Muhammadiyah meskipun tidak ikut POP tetap komitmen membantu pemerintah memajukan pendidikan di Indonesia. Muhammadiyah akan mengadakan pelatihan guru dengan biaya sendiri.
Ketua Majelis Dikdasmen Dr Baidhowi menjelaskan, Muhammadiyah mundur karena melihat yang lolos verifikasi ternyata banyak sekali. Ada 156 lembaga. Ada lembaga yang sudah sangat mampu dan biasa memberi CSR juga lolos POP yang akan mendapat bantuan pemerintah.
Kriteria seleksi ini tidak jelas, kata Baidhowi, seperti Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation lolos. Ada juga organisasi masyarakat yang baru muncul beberapa tahun terakhir yang belum diketahui rekam jejaknya juga diberi bantuan pemerintah (Banpem) dari dana APBN.
”Muhammadiyah khawatir kalau dalam pengelolaan banpem susah dikendalikan dan hasilnya tidak bagus, akan merugikan keuangan negara. Oleh karena itu Muhammadiyah mundur,” tandasnya.
POP telah diluncurkan Kemendikbud sejak 10 Maret lalu. POP merupakan bagian dari program Merdeka Belajar Kemendikbud yang fokus mencapai hasil belajar siswa dalam peningkatan numerasi, literasi, dan karakter.
Muhammadiyah menilai POP adalah program serius dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia.
”Pada awalnya Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah sangat berkomitmen untuk ikut bersama mewujudkan perubahan pendidikan di Indonesia ini dengan mengajukan proposal tentang program pengembangan kompetensi kepala sekolah dan guru penggerak untuk mewujudkan perubahan pendidikan di Indonesia,” katanya. Melihat hasil seleksi seperti itu lebih memilih mundur saja.
Revisi Keputusan
Akibat mundurnya tiga organisasi itu Mendikbud Nadiem akhirnya merevisi hasil seleksi. Dia menyatakan Putera Sampoerna Foundation bersama Tanoto Foundation dipastikan menggunakan skema pembiayaan mandiri untuk mendukung POP.
Dengan demikian, kedua yayasan tersebut tidak memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). ”Berdasarkan masukan berbagai pihak, kami menyarankan Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation dapat menggunakan pembiayaan mandiri tanpa dana APBN dalam Program Organisasi Penggerak dan mereka menyambut baik saran tersebut,” katanya.
Dengan demikian, sambung dia, harapan kami ini menjawab kecemasan masyarakat mengenai potensi konflik kepentingan, dan isu kelayakan hibah yang sekarang dapat dialihkan kepada organisasi yang lebih membutuhkan.
Mendikbud Nadiem juga memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang timbul dalam proses seleksi Program Organisasi Penggerak (POP). Dia berharap tiga ormas yang menyatakan mundur bersedia gabung kembali.
Dia menyadari organisasi penggerak seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama selama ini sudah menjadi mitra strategis pemerintah dan berjasa besar di dunia pendidikan bahkan jauh sebelum negara ini berdiri.
”Ketiga organisasi ini telah berjasa di dunia pendidikan bahkan jauh sebelum negara ini berdiri. Tanpa pergerakan mereka dari Sabang sampai Merauke, identitas, budaya, dan misi dunia pendidikan di Indonesia tidak akan terbentuk,” tuturnya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto