Muktamar Muhammadiyah Meniti Krisis di atas Krisis oleh Anwar Hudijono, wartawan senior tinggal di Sidoarjo.
PWMU.CO – Siapaun yang terpilih menjadi Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah hasil Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah di Solo, 18-20 November 2022 akan memikul tugas yang sangat berat. Salah satu di antaranya adalah menggendong umat Muhammadiyah yang berjumlah puluhan juta menghadapi era krisis di atas krisis yang tanda-tandanya sudah mulai terbaca. Presiden Jokowi memberikan warning tahun 2023 itu era gelap.
Krisis di atas krisis itu artinya pelbagai masalah global datang secara bergelombang, saling bertindihan, ingkel-ingkelan, dan akhirnya terakumulasi. Layaknya proses tenggelamnya kapal Titanic yang legendaris. Diawali dengan kapal menabrak gunung es, lambung pecah, air mulai masuk kapal, kapal miring.
Penumpangnya bingung lari lintang pukang tanpa arah. Polah mereka seperti gabah ditampi. Orang tua lupa anaknya, dan anak lupa orang tuanya. Masing-masing berusaha menyelamatkan diri sendiri. Akhirnya kapal itu perlahan tapi pasti tenggelam dan teronggok di dasar lautan.
Era krisis di atas krisis di awali dengan krisis Covid-19 di tahun 2019 yang menimpa seluruh dunia. Nyaris tidak ada sejengkal tanah pun yang bebas dari Covid-19. Covid-19 belum selesai disusul dengan krisis ekonomi.
Kegemilangan perjalanan ekonomi dunia sekitar 30 tahun terakhir segera diakhiri dengan resesi, stagflasi. Ditumpang-tindihi krisis energi, krisis iklim berupa kemarau panjang mencekam, banjir bandang yang berdampak pada gagal panen, kebakaran hutan, krisis air, berbiaknya hama dan penyakit tanaman.
Hampir semua jenis krisis memecahkan rekor. Krisis kemarau yang melanda Eropa adalah yang terburuk dalam 500 tahun terakhir. Laju inflasi di pusat-pusat ekonomi dunia seperti Amerika, Eropa yang terburuk memecahkan rekor 40 tahun terakhir. Kehidupan dunia maju, Eropa khususnya dibalik. Energi kembali ke abad pertengahan berupa penggunaan batu bara.
Krisis pangan melanda dunia sehingga kelaparan seolah menjelma menjadi Pedang Damocles yang memenggal. Belum lagi dunia dicekam ketakutan terjadinya perang nuklir yang diprediksikan akan membuat dunia gelap. Perang senjata biologis berupa virus mematikan. Perang geologis dengan menciptakan tsunami, membocori atmosfir, melakukan perusakan iklim.
Dalam bahasa eskatologi Islam adalah terjadinya malhamah, perang terbesar dalam sejarah manusia. Malhamah bisa jadi bukan saja perang secara militer tetapi perang secara hibrida meliputi semua sektor kehidupan manusia. Tanda-tandanya sudah ada seperti perusakan iklim, berbiaknya macam-macam virus.
Krisis di atas krisis yang menjadi manusia tidak tahu mau berbuat apa seolah berada di dalam kegelapan yang sangat pekat. Manusia berjalan di dalam lorong goa panjang yang gelap. Di lorong gelap panjang itu hanya satu yang menyelamatkan, “Rabbana atina min ladunkan rahmah wa hayyiklana min amrina rasada, wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.” (Quran, Al Kahfi 10)
Nabi Ayub
Bagi umat Islam, sudah ada pedoman dalam memahami era krisis di atas krisis itu dengan mengambil ibrah, pelajaran dari kisah Rasulullah Ayub yang antara lain tertera di dalam Quran surah al-Anbiya 83-84 dan surah Shad 41-44.
“Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan kami lipatgandakan jumlah mereka. sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang berpikiran sehat.” (Shad 43).
Jadi kisah ini adalah pelajaran bagi kaum beriman. Apalagi tanda-tandanya krisis di atas krisis saat ini seperti yang terjadi pada Ayub. Misalnya, sama-sama di era ketika sains dan teknologi dikuasai golongan persekutuan jin dan manusia. Ketika dunia tidak di bawah kendali kaum beriman. Atau bahkan dunia di bawah kendali atau hegemoni Dajjal.
Nabi Ayub mengalami krisis keretakan rumah tangga. Pelbagai bencana menimpanya. Anak-anaknya meninggal. Pertaniannya gagal total. Hartanya ludes. Krisis ekonomi. Ia menderita sakit parah yang panjang.
Kisah Ayub baik di surah al-Anbiya maupun surah Shad ditempatkan satu rangkaian dengan kisah Nabi Sulaiman. (Al-Anbiya 78-82, dan Shad 30-40, An Naml 15- 44 dan Saba 12-14). Sulaiman adalah contoh imperium dunia. Simbol era puncak sains dan tekonologi yang diberi contoh dengan pemindahan istana Balqis dalam sekejap mata (Quran an-Naml: 40).
Dia menguasai darat, laut dan udara. Memiliki tentara manusia, jin dan binatang. Memiliki kekuasaan yang sangat dahsyat sehingga bisa mengultimatum Negara Saba, menyerahkan diri (tunduk) atau diserang.
Sulaiman adalah diberi oleh Allah kekuasaan untuk menundukkan setan-setan (dari golongan jin dan manusia). Bisa juga setan yang merupakan persekutuan jin dan manusia (Quran, al-Baqarah 102) berkemampuan hebat untuk dipekerjakan. Sulaiman juga menundukkan subjek yang dibelenggu. (Quran, Shad 38).
Siapa subyek yang dibelenggu itu?
Untuk menjawab pertanyaan itu harus menengok Quran surah al-Maidah 64. “Dan orang-orang Yahudi berkata, “Tangan Allah terbelenggu”. Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan oleh apa yang mereka katakan itu.”
Di antara yang tangannya dibelenggu adalah pemimpin mereka. Quran memang tidak menyebut nama subjek pemimpin mereka itu. Nama subjek itu dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Dawud tentang Tamin Ad Dari. Yaitu Dajjal.
Di ujung akhir zaman, Dajjal akan dilepas dan dikeluarkan dengan dua misi yaitu menyebar fitnah (ujian) terbesar dalam sejarah umat manusia sampai kiamat. Menjadi Nabi Isa palsu. Jadi jelaslah bahwa pemimpin umat Yahudi itu Dajjal.
Setan-setan itu sebenarnya terpaksa dan tersiksa harus bekerja di bawah duli Sulaiman. “Maka ketika Kami telah menetapkan kematian atasnya (Sulaiman) tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka ketika dia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa sekiranya mereka mengetahui yang gaib tentu mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan.” (Quran, Saba 14).
Cara Bersikap
Setelah Sulaiman wafat para setan itu terbebas. Dengan keahliannya, para setan itu kembali ke tabiat aslinya yaitu melakukan perusakan di atas bumi. Melawan semua kehendak Allah. Ayub adalah contoh bagaimana para setan melakukan “balas dendam” atas penderitaannya selama di bawah kekuasaan Sulaiman.
Maka Ayub pun menegaskan, semua krisis di atas krisis yang menimpanya adalah perbuatan setan. “Dan ingatlah akan hamba Kami Ayub ketika dia menyeru Tuhannya, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan penderitaan dan bencana.”(Quran, Shad 41).
Pelajaran dari kisah Ayub bahwa krisis di atas krisis adalah ujian (fitnah) terbesar umat manusia. Dan Rasulullah Muhammad bersabda, tidak ada fitnah (ujian) yang lebih besar dari fitnahnya Dajjal. Krisis di atas krisis adalah rekayasa setan (persekutuan jin dan manusia). Intinya agar semua manusia menjadi pengikut Dajjal.
Maka di masa Dajjal sudah dilepas, memegang ajaran agama itu seperti menggenggam bara api. “Agama menjadi tertekan, ilmu pengetahuan dijauhi.” (Hadits musnad Imam Ahmad bin Hambal).
Lantas bagaimana sikap orang beriman menghadapi krisis di atas krisis?
Tirulah Ayub. “Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh dia sangat taat (kepada Allah). (Quran, Shad 44).
Rabbi a’lam