Oleh Ega Nanda Putri Ayuana – Universitas Muhammadiyah Ponorogo
PWMU.CO – Waktu silih berganti, zaman pun terus berkembang dan berubah. Dari era kolonial hingga reformasi, masa penjajahan hingga kemerdekaan. Begitupun dengan era tradisional hingga kini disebut era modern. Seperti kehidupan generasi yang lahir di akhir 1990an hingga awal 2000an yang populer disebut “Generasi Z” (Gen Z).
Mobilitas globalisasi yang berjalan secara cepat, membawa banyak tuntutan dan daya pendorong yang menunjukkan masifnya sub-bidang yang berubah secara signifikan. Teknologi, kebudayaan, pendidikan, ekonomi, kesejahteraan, dan sebagainya terus mengalami perubahan dan menarik untuk dijadikan sebagai bahan kajian.
Guna menghadapi derasnya arus globalisasi, sebagai makhluk spesial karena telah dibekali pemikiran yang kritis dan cerdas terhadap berbagai bentuk struggle, kita harus fokus pada penyelesaian persoalan dan tantangan yang muncul.
Di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), kita seyogyanya selalu memiliki landasan sikap open minded dalam pengaruh yang ditimbulkan. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari adanya respon “pro-kontra”.
Agar tidak terjadi kesenjangan pemikiran yang terlalu jauh di rentang antar generasi, maka diperlukan adanya pendidikan bermutu. Berdasarkan data hasil riset Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang jumlah peserta didik di Indonesia pada tahun 2024 ini sebanyak 52.913.427 siswa. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah mahasiswa yang tersebar di seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia.
Pendidikan di Indonesia masih perlu dibenahi
Pendidikan di Tanah Air berproses secara dinamis sejak zaman Hindia Belanda hingga era digital seperti saat ini. Pada masa penjajahan, rakyat pribumi tidak mendapatkan kesempatan secara adil untuk bisa menempuh pendidikan yang layak. Saat itu pendidikan masih dipandang tidak ada manfaatnya bagi rakyat biasa yang diposisikan sebagai golongan strata rendah. Pendidikan yang layak hanya untuk kaum bangsawan.
Setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, sistem pendidikan nasional mengalami transformasi. Masyarakat menggelorakan semangat untuk memperjuangkan hak akses pendidikan bagi kaum pribumi yang merata sebagai implementasi sila ke-5 dari Pancasila sebagai dasar negara.
Pada awal era reformasi, pendidikan digunakan sebagai alat pembangunan nasional. Anak Indonesia wajib mendapatkan pendidikan dasar melalui program wajib belajar sembilan tahun. Hal tersebut juga disosialisasikan oleh Millenium Development Goals (MDGs) yang memberikan dorongan pada partisipasi pendidikan, utamanya fokus pendidikan pada pemberdayaan siswa dalam kurikulum yang lebih inklusif.
Dalam perspektif penulis, kualitas pendidikan di Indonesia dapat dikatakan relatif rendah. Meski perkembangan iptek berbasis jaringan internet telah merajalela dalam segala segi kehidupan, belum semua lapisan masyarakat di Tanah Air dapat mengakses fasilitas tersebut dengan mudah. Marilah kita cermati, jarang sekali anak-anak di daerah pedalaman untuk memperoleh pendidikan yang layak. Mayoritas mereka justru masih dalam taraf berjuang untuk mendapatkan hak pendidikan tersebut.