PWMU.CO – Kita semua tahu, orang yang berkawajiban haji itu haruslah mampu. Sementara ini ada bank-bank yang memberi talangan calon haji. Alias yang ONH-nya kurang, diutangi dulu.
Pertanyaan kami:
1. Sejauh mana yang dinamakan “mampu” itu?
2. Misalnya kita sudah niat haji dan sudah mulai menabung, lalu di tengah-tengah ada kebutuhan mendadak, akhirnya tidak jadi berangkat. Apakah ini dianggap belum mampu ataukah tindakan yang salah?
3. Banyak kita saksikan, sepulang dari haji memberi buah tangan, dan membuat tasyakuran, wajibkah ini?
5. Saudara saya seorang pengusaha home indusrty, yang akan berhaji. Oleh bank sudah diatur semua, termasuk ONH dan oleh-oleh. Tetapi, ketika menandatangi formulir pinjaman itu tertulis untuk pengembangan usaha. Bagaimana hal ini?
6. Apa doa khusus supaya bisa haji?
Terima kasih atas jawabannya.
NN, Surabaya
Jawab
1. Ukuran mampu dalam haji, yaitu: sehat, ada ongkos (ONH), ada living cost, ada kendaraan yang mengangkut, dapat sit, ada visa.
2. Kalau keperluan mendadak itu ada kaitannya dengan sakit yang harus berobat, atau karena keperluan makan karena tidak ada yang dimakan baik untuk diri sendiri maupun keluarga, atau untuk kepentingan SPP yang kalau tidak terbayar anak akan di-DO atau karena untuk membayar utang yang tidak bisa ditunda-tunda, maka ketika itu menggunakan tabungan dan akhirnya membatalkan hajinya tidak apa-apa.
Sebab, ketika itu dia dianggap belum mampu. Tetapi, kalau tidak sampai ke tingkat itu, hanya sekadar untuk biaya pernikahan misalnya yang cukup sederhana, tetapi harus dimewah-mewahkan maka ini tidak boleh.
3. Buah tangan dari haji dan tasyakuran itu tidak ada kaitannya dengan haji. Tidak wajib dan tidak sunat. Itu mubah saja. Karena tiu, para jamaah calo haji kiranya tidak usah terlalu memikirkan hal-hal yang sebenarnya mubah ini, lalu memberatkan diri.
4. Haji dengan ONH utangan, boleh-boleh saja, asal benar-benar sudah ada cadangan utnuk membayarnya. Bukan fiktif. Karena, pada dasarnya orang yang akan berangkat haji itu hendaknya menyelesaikan utangnya dulu, bukan malah utang.
Karena, kalau sewaktu-waktu meninggal dunia tidak lagi menjadi beban di akhirat kelak, dan dia benar-benar mabrur. Kalau utangan yang dipakai haji itu, benar-benar siap untuk dikembalikan.
5. Karena sebagai pengusaha, dan kotraknya tadi itu menggunakan kata “pengembangan” lalu dipakai untuk ONH juga tidak masalah, karena uang ini sudah menjadi haknya.
Yang penting kesediaan membayar. Kontrak utang dengan nama “pengembangan”, karena di bank tidak boleh utangan untuk haji. Paling-paling dengan sebutan “talangan”, dengan catatan yang bersangkutan sudah membayar sedikitnya Rp 10 juta.
6. Doa khusus tidak ada.
Demikian, wallahu a’lam.
Oleh KH Mu’ammal Hamidy, diambil dari buku Islam dalam Masalah Keseharian (2), Penerbit Hikmah Surabaya, 2019.