Penulis M Ainul Yaqin Ahsan MPd – Anggota MTT PDM Lamongan
PWMU.CO – Ketika membicarakan organisasi kemasyarakatan (ormas) terbesar di Indonesia, mayoritas masyarakat cenderung menunjuk Nahdlatul Ulama (NU). Hal ini masuk akal, mengingat pengaruh NU yang besar secara kultural dan tradisional di berbagai daerah.
Namun, sebuah perspektif alternatif muncul dari kajian data dan fakta keorganisasian: Muhammadiyah sebenarnya lebih besar dalam aspek organisasi dan aktualisasi nilai. Mengapa demikian? Berikut adalah beberapa alasan mendasar yang membuat Muhammadiyah memiliki daya tarik sebagai salah satu ormas Islam paling berpengaruh di Indonesia.
Keunggulan dalam Struktur Organisasi
Indikator utama menilai besar-kecilnya sebuah organisasi, salah satunya adalah struktur dan kepemilikan asetnya. Muhammadiyah merupakan ormas yang memiliki struktur organisasi mapan. Persyarikatan mengelola lansung aset-aset yang beratas nama Muhammadiyah. Semua Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dikelola oleh Persyarikatan Muhammadiyah dan legal formal atas nama muhammadiyah. Tidak ada satupun aset Muhammadiyah yang beratas nama non Muhammadiyah.
Contohnya, semua lembaga pendidikan Muhammadiyah, Rumah Sakit Muhammadiyah dan AUM yang lainnya beroperasi atas nama dan di bawah naungan Muhammadiyah.
Saat ini Muhammadiyah mengelola lebih dari 5000 sekolah, 170 perguruan tinggi, dan juga 400 rumah sakit serta klinik kesehatan yang tersebar di berbagai wilayah .
Hal ini jika bandingkan dengan ormas saudara kita, Nahdlatul Ulama (NU), tentu memiliki berbedaan yang mendasar. Banyak lembaga pendidikan maupun kesehatan yang berideologi NU, sebenarnya milik pribadi kader/warga NU. Pesantren atau sekolah yang didirikan oleh tokoh NU sering kali bersifat independen dan tidak berada di bawah manajemen NU secara langsung.
Hal ini menciptakan perbedaan mendasar dalam skala tanggung jawab organisasi. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah menyatakan bahwa fenomena ini menyerupai konsep franchise. Kontribusi kader menjadi sangat besar, namun tidak selalu merepresentasikan institusi NU secara keseluruhan.
Meski harus menyadari pula, kedua model ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Jumlah Kader dan Pengaruh Sosial
Secara statistik, NU sering disebut memiliki pengikut mencapai 91 juta jiwa. Lebih besar dibandingkan Muhammadiyah yang hanya 60 juta jiwa. Namun, besar kecilnya organisasi tidak selalu diukur dari jumlah anggotanya, melainkan dari dampak yang dihasilkan oleh organisasi tersebut. Muhammadiyah mampu menghasilkan tokoh-tokoh nasional dengan kontribusi luar biasa terhadap pembangunan bangsa.
Beberapa tokoh nasional yang lahir dari Muhammadiyah di antaranya adalah Jenderal Sudirman (pahlawan nasional yang terkenal sebagai seorang Jenderal dan guru Muhammadiyah), Ir. Soekarno (proklamator Indonesia sekaligus kader Muhammadiyah). Bung Karno pernah menjadi pengurus Muhammadiyah di Bengkulu dan menikahi Ibu Fatmawati seorang kader Aisyiyah. Fakta ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah tidak hanya berfokus pada jumlah, tetapi pada kualitas kader yang berkontribusi nyata untuk masyarakat.
Pola Pendidikan dan Modernisme
Keunggulan Muhammadiyah yang lain adalah kemampuannya menerjemahkan ajaran Islam ke dalam praktik nyata melalui pendidikan dan pelayanan sosial. Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah telah menentang dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Sehingga pada 1920-an, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah modern yang memadukan ilmu agama dan ilmu umum. Model pendidikan ini mengedepankan interaksi guru-siswa yang dialogis dan dinamis, berbeda dengan model tradisional yang sering kali pasif.
“Berkemajuan” menjadi ciri khas Muhammadiyah dalam berbagai aspek kehidupan. Pendekatan Muhammadiyah terhadap agama lebih langsung, dengan fokus pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama. Jika kader Muhammadiyah menghadapi kebingungan dalam memahami ajaran agama, mereka akan merujuk pada ulama atau kitab tafsir sebagai referensi tambahan, bukan sebagai rujukan utama.
Hal ini menciptakan pola belajar agama yang lebih tepat dan sesuai manhaj (pendekatan sistematis dalam memahami dan mengamalkan islam) Nabi karena menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah menjadi rujukan utama.
Pelayanan Sosial yang Nyata
Pelayanan sosial yang dilakukan juga menjadi salah satu kontribusi sehingga Muhammadiyah kian terkenal. Selain rumah sakit, Muhammadiyah mengelola berbagai panti asuhan, pusat rehabilitasi, dan lembaga kemanusiaan seperti Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu). Layanan ini memberikan dampak langsung kepada masyarakat, memperkuat citra Muhammadiyah sebagai organisasi yang tidak hanya berbicara, tetapi juga bertindak.
Kontribusi terhadap Kebangsaan
Kontribusi Muhammadiyah dalam membangun bangsa juga terlihat dari keterlibatan tokoh-tokohnya dalam sejarah Indonesia. Ada sekitar 23 pahlawan nasional yang berasal dari Muhammadiyah. Ki Bagus Hadikusumo, merupakan tokoh Muhammadiyah yang turut andil dalam perumusan dasar negara ini. Sedangkan dari kalangan Nahdliyin, hingga saat ini baru 12 tokoh yang diakui sebagai pahlawan nasional. Fakta ini menggarisbawahi bahwa Muhammadiyah memiliki rekam jejak yang kuat dalam perjuangan nasional.
Muhammadiyah telah membuktikan diri sebagai ormas yang besar bukan hanya karena jumlah pengikutnya. Besarnya Muhammadiyah terlihat dari struktur organisasinya yang kokoh, visi pembaharuan yang jelas, serta kontribusinya yang nyata terhadap masyarakat. Dengan pendekatan yang fokus pada aktualisasi ajaran Islam melalui pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial, Muhammadiyah telah menciptakan dampak yang signifikan bagi bangsa Indonesia.
Di tengah tantangan globalisasi dan perubahan zaman, Muhammadiyah tetap relevan dengan prinsip-prinsip pembaruannya. Sebagaimana Bung Karno yang merasa bangga menjadi bagian dari Muhammadiyah. Organisasi ini terus menginspirasi banyak pihak untuk memadukan iman dan amal. Melalui visi berkemajuan yang konsisten, Muhammadiyah menjadi bukti nyata bahwa Islam dapat menjadi kekuatan besar yang mendorong perubahan positif di tengah masyarakat.(*)
Editor Notonegoro