
PWMU.CO – Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Taman Kota Madiun menggelar Pengajian Umum dalam rangka menyambut Ramadan 1446 H di Kampus 1 Universitas Muhammadiyah Madiun (UMMAD), Ahad (23/2/2025).
Acara tersebut menghadirkan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Dr KH Syamsuddin MAg sebagai penceramah. Hadir pula Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Madiun, Rektor UMMAD, Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Madiun, serta warga Persyarikatan Muhammadiyah di Kota Madiun.
Dalam ceramahnya, Dr KH Syamsuddin MAg menyampaikan bahwa konsep puasa dalam al-Quran secara khusus dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 183-187. Ia menyoroti penggunaan kata la‘allakum yang disebutkan sebanyak empat kali dalam ayat-ayat tersebut.
“Dalam bahasa Arab, la‘allakum bermakna keinginan yang mungkin terjadi. Namun, dalam ilmu tafsir, kata la‘alla dalam al-Quran memiliki makna pasti,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa dalam QS. al-Baqarah ayat 183, Allah berfirman, “Kutiba ‘alaikumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alalladzîna ming qablikum la‘allakum tattaqûn”, yang artinya puasa diwajibkan agar manusia mencapai derajat takwa.
“Kalau puasa dijalankan dengan baik, pasti kita akan menjadi orang yang bertakwa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengutip QS. al-Baqarah ayat 185, “Wa litukmilul-‘iddata wa litukabbirullâha ‘alâ mâ hadâkum wa la‘allakum tasykurûn”. Menurutnya, ayat ini menegaskan bahwa ibadah puasa harus disempurnakan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah.
“Salah satu hasil dari puasa adalah menempatkan kepentingan Allah di atas kepentingan nafsu kita,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa suara adzan merupakan suara terindah yang mengingatkan manusia untuk segera menunaikan shalat dan membesarkan nama Allah.
Dalam kesempatan tersebut, Dr KH Syamsuddin MAg juga menjelaskan tentang konsep syukur berdasarkan pemahaman Imam Al-Ghazali.
“Bersyukur adalah meletakkan nikmat Allah dalam jalur ketaatan kepada-Nya, serta tidak menggunakannya dalam kemaksiatan,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa nikmat Allah sangat luas dan tidak bisa dihitung, sebagaimana disebutkan dalam QS. an-Nahl ayat 18, “Wa in ta‘udduu ni‘matallāhi lā tuhhsuhā”, yang berarti Jika kalian menghitung nikmat-nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya.
“Nikmat itu bisa berupa harta, kesehatan, waktu luang, iman, Islam, pangkat, jabatan, dan status sosial. Jika semua itu digunakan untuk taat kepada Allah, maka kita termasuk hamba yang bersyukur,” paparnya.
Ia menutup ceramahnya dengan mengingatkan bahwa hanya sedikit orang yang benar-benar bersyukur, sebagaimana disebut dalam QS. Saba’ ayat 13, “Wa qalīlun min ‘ibâdiyasy-syakûr”, yang berarti Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.(*)
Penulis Pujoko Co Editor Ahmad Fikri Editor Wildan Nanda Rahmatullah