Kaget Gaya Komunikasi Admin PWMU.CO, tulisan yang membocorkan percakapan yang tidak mengasyikkan dengan Admin PWMU.CO.
Ditulis oleh Bekti Sawiji, kontributor kolom dari Lumajang yang Mahasiswa S3 Universitas Negeri Islam (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
PWMU.CO – Selamat lustrum pertama untuk PWMU.CO. Semoga usia lima tahun ini dapat membuat PWMU.CO semakin matang dalam menerbitkan artikel softnews dan opini kerennya.
Selain itu semoga kontributor artikel juga bertambah. Mengapa? Jumlah kontributor yang besar memungkinkan redaksi untuk menerima lebih banyak artikel untuk dimuat.
Pasang surut motivasi menulis para kontributor setidaknya dapat teratasi dengan bertambahnya kontributor.
Perkiraan saya jumlah kontributor yang tergabung dalam dua grup WA ada 400 lebih. Dari jumlah itu saya yakin ada yang ajek dan ada yang tidak dalam menulis.
Jangankan menulis, merespon formulir pendaftaran saja hanya 48 orang per tanggal 19 Februari 2021. Sangat disayangkan bila para kontributor lesu dan tidak besemangat menulis.
Lalu bagaimana membangkitkan kembali para penulis PWMU.CO?
Saya bahagia menjadi bagian dari PWMU meski hanya penyumbang tulisan, lebih-lebih ada tantangan menulis pengalaman menjadi kontributor. Yang bisa ditulis boleh pengalaman yang dapat membuat pedas telinga redaksi.
Hati saya berkata, “Hmm.. inilah saatnya saya ungkapkan,” Betapa tidak, saya punya sedikit pengalaman sedih. Pengalaman ini terkait soal gaya komunikasi antara redaksi dengan kontributor.
Gaya Komunkasi No Basa-basi
Untuk membangkitkan semangat para penulis perlu ada komunikasi yang bagus antara redaksi dan kontributor. Redaksi perlu merawat (kalau tidak memanjakan) mereka agar tidak berhenti menulis. Komunikasi yang menyenangkan dapat memantik jiwa penulis untuk istikamah menulis.
Pengalaman sedih saya adalah ketika mengirimkan artikel untuk kali pertama. Dengan penuh semangat saya mencoba menghubungi redaksi melalui WA dengan harapan dapat balasan segera.
Rupanya bukan hanya bersabar, saya juga harus belajar memahami bahwa tidak semua yang kita kirimi pesan harus membalas dengan segera, apa lagi yang saya WA adalah lembaga besar, sebesar PWMU.CO.
Setelah dua jam lebih saya baru mendapatkan respon dan responnya pun sangat singkat, padat, dan berisi. No basa-basi. Rupanya begini prosedur operasional baku (POB) PWMU.CO dalam menjawab WA, begitu pikir saya dengan sedih.
Semua percakapan itu masih tersimpan di riwayat perpesanan dan saya belum berencana menghapusnya.
Bocoran Percakapan
Berikut isi percakapan saya tanggal 22 April 2020.
08.28 Saya: Assalamualaikum, Saya Bekti Sawiji, Lumajang. Mohon informasi. Apakah PWMU.CO menerima cerpen, atau bagaimana cara mengirim tulisan untuk rubrik lainnya seperti kolom dan lain-lain
10.41 PWMU.CO: Kolom
10.44 Saya: Dikirim via email?
11.03 PWMU.CO: Sini
Jawaban “Kolom” adalah jawaban yang singkat yang saya harus dengan sendirinya mengerti apa makna yang tesirat di dalamnya.
Saya menafsirkan bahwa PWMU.CO hendak mengatakan, “Waalaikumsalam. Terima kasih Pak Bekti tertarik untuk mengirimkan tulisan kepada kami. Untuk itu Anda dapat menulis untuk rubrik Kolom karena untuk sementara kami belum menerima cerpen atau karya sastra lainnya”.
Bila demikian cara PWMU.CO menanggapi pertanyaan calon-calon kontributornya, maka mereka akan merasa sangat nyaman, diayomi, dihargai, dan dianggap keluarga sendiri. Ini gaya komunikasi yang sangat penting untuk diterapkan.
Jawaban “Sini” adalah jawaban yang sangat menyedihkan karena hanya seperti ini model komunikasi redaksi sebesar PWMU.CO. Untuk orang yang baper maka mereka akan memaknai, “Kalau mau kirim saja ke sini, kalau tidak terserah”.
Tetapi karena saya anti baper maka saya mencoba menafsirkan kata itu menjadi, “Tidak perlu email, Bapak cukup mengirim ke sini”.
Tanggal 28 April 2021 saya mengirim artikel melalui WA, berikut percakapannya.
12.43 Saya: Assalamu’alaikum
12.44 Saya: Bersama ini kami kirimkan artikel untuk dimuat di laman PWMU.CO Jatim. Terima kasih
12.45 Saya: (file word)
13.10 PWMU.CO: Kirim teks WA
13.19 Saya: (Artikel lengkap)
Saya menanggapi santai saja pesan-pesan dari redaksi itu meskipun menurut saya masih ada model percakapan lain yang lebih akrab dan lebih melibatkan kontributor.
Akhirnya saya agak lega setelah percakapan berikut ini, terutama pada bagian: “Ada foto santai tadz”.
Sungguh bukan karena di situ ada panggilan “tadz” melainkan baru kali itu saya mendapatkan kalimat utuh, setelah sebelumnya saya hanya menerima kata atau frasa.
14.07 PWMU.CO: Siap
14.07 PWMU.CO: Ada foto santai tadz
14.07 Saya: Ada, wait
14.11 Saya: (foto saya)
14.58 PWMU.CO: (Link artikel)
15.02 Saya: Alhamdulillah terima kasih Tadz (Namaste 2x)
15.08 (Namaste 2x)
Sejak itu saya tidak mempermasalahkan teks-teks dari redaksi walaupun saya tetap menyarankan agar ada gaya baru dalam berkomunikasi dengan kontributor.
Agar apa? Agar kontributor merasa bahwa mereka benar-benar bagian dari PWMU.CO. Karena saya tidak yakin bahwa adalah Ustadz Mohammad Nurfatoni yang menjawab chat-chat saya, suatu kali saya iseng bertanya:
14.07 Saya: Maaf, apa nomor ini dipegang Ustadz Nurfatoni? (emoji senyum 1 x)
14.11 PWMU.CO: Admin
Nah, loh.
Semoga Allah memberkahi bertambahnya usia PWMU.CO. (*)
Editor Mohamamd Nurfatoni