PWMU.CO – Tren Positif Pemasaran Industri Penerbitan dan Pendidikan Islam. Mengusung tema “Tren Pemasaran Islami di Sektor Penerbitan Buku dan Edukasi”, MarkPlus Islamic lanjut menggelar Muharam Marketing Festival 2021 hari ke-2, Selasa (31/8/21).
Webinar berupa diskusi interaktif melalui Zoom Cloud Meetings dan kanal Youtube Marketeers TV itu mengulas tren pemasaran Islami terkini di industri penerbitan dan edukasi.
Kali ini, hadir enam pembicara ahli. Tiga di antaranya dari sektor buku dan penerbitan. Yaitu CEO Mizan Publika Sari Meutia, Redaktur Senior Harian Republika Irwan Kelana, dan Pendiri Forum Lingkar Pena Dr Helvy Tiana Rosa MHum.
Sedangkan, tiga pembicara lainnya dari sektor edukasi. Yaitu Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Prof Dr Ir Asep Saefuddin MSc, Wakil Bendahara Majelis Pendidikan Tinggi dan Litbang Muhammadiyah Andy Dwi Bayu Bawono SE MSi PhD, serta Ketua Umum Jaringan Sekolah Islam Terpadu (USIT) Indonesia Dr H Mohammad Zahri MPd.
IBF Tonggak Peradaban Literasi
Moderator sekaligus CEO MarkPlus Islamic dan Deputy Chairman MarkPlus Inc H Taufik berharap, melalui webinar ini, mampu mendukung upaya pemerintah memajukan Indonesia dalam Global Islamic Economy.
Taufik menilai Islamic book fair (IBF, pameran buku Islami) kini berkembang luar biasa, tampak lebih meriah dibanding pameran buku pada umumnya. Di luar dugaan, itu menunjukkan masyarakat mulai tertarik dengan buku-buku Islam.
Redaktur Senior Harian Republika Irwan Kelana mengaku, awalnya tidak mudah meyakinkan penerbit untuk ikut IBF. Tapi lama-lama, lanjutnya, IBF semakin menarik minat peserta dan pengunjung. “Di tahun 2020, IBF berhasil mengumpulkan 140 ribu peserta dari seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Dia memaparkan, di tahun 2020 terdapat peningkatan 343 stan, meliputi 175 stan penerbit dan 168 stan non penerbit. Sebelumnya, pada tahun 2010 juga ada tren peningkatan jumlah stan, yaitu sejumlah 258 stan, meliputi 296 stan penerbit dan 62 stan non penerbit.
Bahkan, IBF menjadi pameran yang pelajar dan santri nantikan, baik dari Jabodetabek, Jawa Barat, dan Banten. Dengan begitu, dia menilai IBF menjadi puncak literasi dan tonggak peradaban literasi Islam. Sayangnya, pada tahun 2021, IBF tidak ada karena pandemi Covid-19.
Fokus Digital Marketing
Dalam webinar itu, CEO Mizan Publika Sari Meutia membahas strategi pemasaran Islami yang kini ditekuni perusahaannya. Sari bersyukur, sebelum masa Covid-19 datang, perusahaannya sudah memiliki Mizan Digital Headquarter yang menangani program digital marketing. “Kami fokus sekali ke digital marketing,” ucap dia.
“Marketing tentu saja fokus lebih banyak ke online, meski setelah PPKM kita berharap toko bisa buka kembali, juga pameran-pameran bisa aktif kembali,” terang Sari Meutia.
Ternyata, Mizan sedang mengembangkan Mizan Applications Publisher (MAP) dan Rakata.id. Melalui MAP Mizan Group, tambahnya, perusahaannya mengembangkan aplikasi pendukung buku-buku cetak yang menghadirkan berbagai fitur seperti Virtual Reality Halo Balita, Huruf Hijaiyah, maupun fitur lainnya.
Tiga Determinan Industri Buku Islam
Sari lantas mengungkap tiga determinan penting dalam industri buku Islam. Yaitu pop culture, dunia Keislaman, dan digital. Pop culture (area nomor 5) contohnya fenomena K-Pop. Ini menunjukkan adanya pergantian mode yang sangat cepat, adaptif, dan fokus pada kemanusiaan (bukan agama).
Digital (area nomor 6) maksudnya teknologi terkini, seperti 5G/6G, yang bersifat instrumental. Dunia Keislaman (area nomor 7) yaitu aktivitas dunia Keislaman yang terus berjalan secara tradisional, tanpa teknologi digital.
Dia menerangkan, industri buku sekarang atau masa depan, akan banyak dipengaruhi aktor nomor 1 dan 4, terutama untuk genre dewasa (termasuk remaja atau generasi muda).
Aktor nomor 1 contohnya Kalis Mardiasih, Husein Jafar, dan Filipina Siauw. Mereka menunggangi fenomena pop culture dan teknologi untuk menyampaikan pesan Keislaman secara populer sehingga bisa menyasar generasi milenial. Sedangkan aktor nomor 4 contohnya Haidar Bagir dan Khalid Basalamah.
Yang termasuk aktor nomor 2 misalnya Mama Dede dengan gaya pengajian atau ceramah tradisionalnya. Aktor ini mengangkat tema populer untuk masyarakat awam. Gaya pop culture mengarah pada pop religion, di mana ada muatan humor menyenangkan dalam membicarakan agama.
Sedangkan aktor nomor 3 merupakan fenomena K-Pop. Inilah superstar dan trendsetter di dunia digital yang menyebar lewat berbagai kanal. Misal, TV, film, dan media sosial.
Diversifikasi dan Klasterisasi Muhammadiyah
Sementara itu, Wakil Bendahara Majelis Pendidikan Tinggi dan Litbang Muhammadiyah Andy Dwi Bayu Bawono SE MSi PhD menyatakan pentingnya penerapan diversifikasi dan klasterisasi untuk mendukung instrumen kemajuan institusi di bidang edukasi.
“Di perguruan tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA), kami membuat klasterisasi,” ujarnya. Kata dia, dimulai dari akreditasi masalah penelitian pengabdian.
“Ini kita pisahkan. Yang sudah unggul dan mandiri akan membantu kampus lain, yang menghasilkan semacam kampus binaan,” jelas Andy.
Ada pula diversifikasi yang telah diterapkan sejak lama. “Kita memiliki Cyber Muhammadiyah, yang kemudian kita internalisasi di Muhammadiyah Malaysia, dan kami membuka sekolah Islam terpadu di Australia. Pernah juga di Mesir yang sudah dikelola sejak lama,” tambah Andy.
Menutup diskusi pagi itu, Ketua Umum Jaringan Sekolah Islam Terpadu (USIT) Indonesia Dr H Mohammad Zahri MPd menyatakan, Sekolah Islam harus menerapkan beragam strategi agar tetap relevan.
Misalnya, peningkatan kualitas, memperluas jaringan dan komunitas, mengokohkan nilai-nilai kabangsaan, modernisasi layanan, kepedulian pada kesehatan, lingkungan, dan sumber daya alam (SDA). (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni