Fakta yang Sebenarnya tentang “Sindrom Nasi Goreng”, Liputan Penulis Isrotul Sukma
PWMU.CO – Belakangan ini berbagai media ramai membicarakan tentang topik yang tengah viral “Fried Rice Syndrome” atau “Sindrom Nasi Goreng”.
Lantas bagaimana tiba-tiba nasi goreng yang merupakan salah satu makanan favorit di Indonesia ini berubah menjadi makanan yang mematikan sehingga disebut dengan “SindromNasi Goreng”?
Berikut ini hasil perbincangan dengan Prof Maksum Radji, seorang ahli mikrobiologi dari Prodi Farmasi Fikes Universitas Esa Unggul, yang juga dikenal sebagai Pembina Pondok Babussalam Socah, Bangkalan, pada Jumar (10/11/2023).
Istilah “Sindrom Nasi Goreng“
Kasus ini menjadi tren perbincangan pasca sebuah kasus pada tahun 2008 silam dan kini kembali diperbincangkan dan beredar luas melalui media TikTok. Penggunaan Istilah “Sindrom Nasi Goreng” agak kurang tepat. Lantas mengapa “Sindrom Nasi Goreng”?
Prof Maksum memaparkan, “Sindrom Nasi Goreng” mengacu pada keracunan makanan yang disebabkan oleh bakteri Bacillus cereus. Jadi bukan hanya karena nasi goreng, tapi sindrom ini juga dapat terjadi pada jenis makanan lainnya seperti daging, keju, spageti,pasta, serta biji-bijian dan sayuran.
Penyebab “Sindrom Nasi Goreng”
Sindrom ini disebabkan oleh adanya toksin bakteri Bacillus cereus yang berasal dari makanan yang tidak disimpan pada suhu yang tepat. Walaupun kasus kematian akibat keracunan makanan yang terkontaminasi oleh Bacillus cereus ini jarang terjadi, namun dapat menyebabkan penyakit gastrointestinal jika makanan yang dikonsumsi tidak dimasak atau disimpan dengan benar.
Oleh sebab itu, makanan yang tidak langsung dikonsumsi, sebaiknya segera disimpan pada suhu yang tepat agar makanan tersebut tidak menjadi sarana pertumbuhan bakteri atau jamur yang mengontaminasi makanan tersebut.
Kasus keracunan makanan akibat terkontaminasi bakteri telah lama terjadi di berbagai negara. Umumnya keracunan makanan tersebut disebabkan karena konsumsi susu, es krim, ikan, daging, unggas, sup dan sayuran yang terkontaminasi oleh mikroorganisme atau tidak diolah secara higienis.
Sebagaimana dilansir dari laman https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0882-4010(23)00451-5 istilah “sindrom nasi goreng” ini berasal dari kasus pertama yang dilaporkan mengenai kontaminasi Bacillus cereus pada hidangan nasi goreng di sebuah restoran China. Hidangan nasi goreng ini merupakan makanan yang populer di negara-negara Asia dan Eropa seperti China, Taiwan, Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan.
Adapun kasus “sindrom nasi goreng” yang viral belakangan ini, sebetulnya kontennya berdasarkan laporan studi kasus yang diterbitkan pada Journal of Cilical Microbiology, pada bulan Desember tahun 2011 yang lalu. Dalam studi kasus pada jurnal tersebut disebutkan bahwa seorang remaja di Belgia, yang meninggal dunia setelah makan makanan yang disimpan di suhu ruang selama lima hari. Kemudian disebutkan bahwa remaja tersebut meninggal dunia akibat “sindrom nasi goreng”.
Dilansir dari laman https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3232990/ disebutkan bahwa pada tanggal 1 Oktober 2008, seorang remaja Belgia berusia 20 tahun jatuh sakit setelah makan sisa spageti dengan saus tomat, yang telah disiapkan 5 hari sebelumnya dan ditinggalkan di dapur pada suhu kamar.
Sepulang sekolah, dia menghangatkan spageti di oven microwave. Segera setelah makan, dia meninggalkan rumah untuk melakukan aktivitas olahraga, namun dia kembali lagi 30 menit kemudian karena sakit kepala, sakit perut, dan mual. Saat tiba di rumah, dia muntah-muntah selama beberapa jam dan pada tengah malam mengalami dua kali diare cair. Dia tidak menerima obat apa pun dan hanya minum air putih.
Setelah tengah malam, dia tertidur. Keesokan paginya orang tuanya khawatir karena dia tidak bangun. Ketika mereka pergi ke kamarnya, mereka menemukan bahwa putranya telah meninggal dunia.
Kasus itulah yang kemudian disebutkan bahwa remaja tersebut meninggal dunia karena “sindrom nasi goreng”. Hasil autopsi menunjukkan adanya nekrosis hati dan terlihat juga tanda-tanda pankreatitis akut. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium terhadap tinja korban menunjukkan adanya bakteri Bacillus cereus, bakteri yang menyebabkan “sindrom nasi goreng”.
Baca sambungan di halaman 2: Patogenesis Bacillus cereus