Oleh: Maslahul Falah, Alumnus Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Koordinator Divisi Hisab dan Falak Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Lamongan
Pada Selasa, 4 Juni 2024, saya berkesempatan menjejakkan kaki kembali di bumi Yogyakarta untuk suatu keperluan. Tiba di Shopping Center Yogyakarta, waktu menunjukkan pukul 13.50 WIB. Berkeliling sebentar dan ala kadarnya, saya berhenti di toko buku yang menyediakan buku-buku lama.
Di toko buku inilah saya mendapatkan sebuah buku lama yang bertitel Kosmografi Ilmu Bintang2 yang ditulis oleh Ir Marsito dan diterbitkan oleh PT Pembangunan Djakarta tahun 1960. Dalam Kata Pengantar buku ini ditulis Yogyakarta, 9 Mei 1957, dan di halaman sebelum Kata Pengantar ini terdapat lembaran sebagian besar tanpa ada tulisan apa pun kecuali Copyright 1958 by PT Pembangunan.
Makna Kosmografi
Sekilas perlu dipahami bersama arti kosmografi ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online (https://kbbi.web.id/kosmografi), kosmografi adalah bentuk nomina (kata benda) yang mempunyai arti (1) pengetahuan tentang seluruh susunan alam; (2) pemerian (penggambaran) secara umum tentang jagat raya termasuk bumi.
Penulis buku ini menjelaskan kosmografi dalam Pendahuluan yang ada di halaman 11 yang meliputi arti umum dan arti khusus.
Menurutnya, ilmu kosmografi adalah sebagian ilmu bintang-bintang yang berarti “perikan kosmos”. Pada umumnya yang diperbincangkan dalam ilmu kosmografi hanya keadaan yang telah ada dalam alam raya, dengan tak mengingat kejadian-kejadian mengenai perubahan fisis dalam benda-benda langit.
Hal yang terakhir ini ialah tugas ilmu kosmogoni, yang memberi pelajaran kita tentang riwayat pertumbuhan kosmos. Dipertegas oleh penulisnya bahwa kosmografi memberi pengetahuan tentang hubungan matematis dalam alam semesta antara benda-benda langit: matahari, bulan, bintang-bintang, bumi, dan sebagainya, tetapi objek-objek langit ini hanya dipandang sebagai bagian alam yang amat kecil terhadap kosmos yang mahabesar itu.
Sementara kosmografi pada khususnya, dan ilmu bintang-bintang pada umumnya, dipergunakan dalam pelbagai cabang ilmu pengetahuan seperti dalam ilmu pelajaran dan penerbangan. Langit perbintangan bagi para pelaut dan penerbang merupakan peta atau petunjuk jalan di tengah samudra dan angkasa, dalam ilmu ukur tanah, dalam penetapan waktu, penetapan musim, perhitungan tinggi air pasang, perhitungan gerhana, dan sebagainya.
Kosmografi, baik dalam arti umum maupun arti khusus sebagaimana yang dijelaskan oleh penulis buku ini, tetap berkaitan dengan ilmu falak. KR Muhammad Wardan dalam bukunya, Kitab Falak dan Hisab (1957), mendefinisikan ilmu falak ialah pengetahuan yang mempelajari benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang. Demikian pula bumi yang kita tempati mengenai letak, bentuk, gerak, ukuran, lingkaran, dan sebagainya.
Dalam konteks ilmu falak, buku karya Ir Marsito setebal 222 halaman yang berbahasa Indonesia ejaan lama ini menjadi penting dan relevan untuk memperkaya pengetahuan tentang benda-benda langit yang juga menjadi pokok bahasan ilmu falak.
Di dalam dua bagian (yang dalam buku masih ditulis bahagian) antara lain dibahas langit perbintangan dilihat dari Indonesia, gerak matahari sehari-hari selama satu tahun, dan gerak bulan sehari-hari selama satu bulan, waktu, bumi, dan gerhana serta gerak planet-planet.
Jadi Rujukan Pustaka
Buku Kosmografi ini dijadikan salah satu daftar kepustakaan oleh Abdur Rachim dalam bukunya Ilmu Falak (1983). Dalam Kata Pengantarnya, buku Ilmu Falak karya dosen Fakultas Syariah IAIN (kini UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini sendiri disusun sesuai dengan sillabus mata kuliah Ilmu Falak program studi sarjana muda pada Fakultas Syariah seluruh IAIN di Indonesia.
Disertai harapan agar buku ini dapat memberi tuntunan kepada semua pihak yang melibatkan diri dalam kegiatan menghitung awal waktu shalat, arah kiblat, bayangan benda langit yang searah dengan kiblat, dan penentuan awal bulan qamariah.
Abdur Rachim sendiri direkam jejaknya oleh Susiknan Azhari dalam buku Ensiklopedi Hisab Rukyat (2008). Susiknan Azhari mencatat bahwa Abdur Rachim seorang ahli falak yang dilahirkan di Panarukan pada 3 Februari 1935 M/1354 H dan meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat 6 Syawal 1425 H bertepatan dengan 19 November 2004.
Pengalaman kefalakan dalam dunia internasional direkam dalam buku ensiklopedi itu (1) pada tahun 1978 M/1399 H, yang saat itu sebagai Wakil Ketua Badan Hisab Rukyah Departemen Agama Pusat, mewakili Pemerintah Indonesia menghadiri Konferensi Islam di Istanbul; (2) pada tahun 1981 M/1402 H sebagai delegasi Indonesia menghadiri Konferensi Islam di Tunis; (3) atas kepercayaan Menteri Agama, menghadiri Konferensi Islam Internasional di Aljazair pada 1982 M/1403 H.
Ketiga pengalaman di dunia internasional itu dipertegas oleh Abdur Rachim dalam Kata Pengantar bukunya. Semuanya untuk menghadiri Konferensi Kalender Islam Internasional.
Bahkan juga dalam buku ensiklopedi tersebut disebutkan silsilah keilmuan falak Abdur Rachim yang diperolehnya dari Saadoe’ddin Jambek (1911-1977) dan menyambungkan sanad keilmuan falak kepada Wahyu Widiana (18 Agustus 1952), Sofwan Jannah (28 Mei 1954), Muhyiddin (19 Agustus 1956), Oman Fathurohman (2 Maret 1957), Sriyatin (5 Februari 1966), dan Susiknan Azhari (11 Juni 1968).
Wallahu a’lam bishshawab.
Editor: AS