In memoriam Chusnul Choliq. Kisah A. Zahri, tentang adik kandungnya yang penurut orangtua, familier, ulet dan pekerja keras, tapi nrimo ing pandum.
PWMU.CO – Bulan Februari 2019, Chusnul Choliq—atau yang akrab dipanggil Cak Choliq—didiagnosis dokter menderita kangker hati stadium empat.
Almarhum dan keluarga kaget, namun tak lama berselang almarhum tegar menerima sebagai takdir, demikian pula keluarga. Sejak itu almarhum bersama keluarga, dibantu rekan kerja dan pimpinan di lembaga di mana almarhum berkarya bahu membahu melawan penyakitnya.
Usaha dan ikhtiar sudah maksimal. Tapi Yang Mahakuasa berkehendak lain. Sabtu, 1 Februari 2020 pukul 20.40 WIB Cusnul Choliq menghadap ke hadirat-Nya di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.
Esok paginya, Ahad, 2 Februari 2020 sekitar pukul 09.00 WIB setelah disemayamkan di rumah duka, almarhum dishalatkan di Masjid Al Jihad Desa Payaman, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan dengan imam tokoh nasional, Prof Dr Din Syamsuddin. Shalat dikuti oleh warga dan pimpinan Muhammadiyah serta umat Islam setempat.
Banyak pelajaran atau ibrah dan kenangan dari sosok Cak Cholik, terutama dalam berkiprah di kegiatan sosial dan dakwah melalui persyarikatan Muhammadiyah.
Beberapa hal yang menonjol dari karakter dan kepribadian Cak Choliq yang patut sebagai bahan instropeksi diiri antara lain: penurut, ulet dan pekerja keras, familier, dan nrimo.
In Memoriam Chusnul Choliq: Pribadi Penurut
Sejak kecil almarhum dikenal anak yang penurut. Paling sering dimintai tolong nenek, ibu, dan kakak-kakaknya mengerjakan sesuatu. Dan dengan senang hati almarhum melakukannya.
Menginjak remaja, sebagai anak petani almarhum paling sering membantu orang tua bercocok tanam. Kelebihan Cak Cholik dibanding saudaranya adalah ketrampilannya dalam mengemudi pedati dan membajak sawah.
Waktu itu mengolah ladang dengan alat tradisional yang ditarik oleh dua ekor sapi, baik ngrakal, nyingkal, maupun nggaru.
Selepas madrasah ibtidaiyah almarhum pun manut dengan kemauan orangtua untuk melanjutkan di madrasah tsanawiyah di tempat yang sama. Dia tidak menuntut orangtua untuk mondok seperti kakaknya. Almarhum paham, jika semua mondok tentu memberatkan orangtua.
Setelah tamat madrasah tsanawiyah barulah keinginan mondok terpenuhi dengan melanjutkan di Madrasah Aliyah Muhammadiyah Pondok Pesantren Karangasem Paciran.
Tamat aliyah, almarhum berkemauan keras melanjutkan studi di perguruan tinggi, namun terkendala biaya. Orangtua tidak mampu membiayai pendidikan almarhum sampai di jenjang perguruan tinggi karena empat orang adiknya masih menumpuh pendidikan di tingkat dasar dan menengah, yang butuh banyak biaya.
Orangtua mengizinkan, bahkan mendorong Cak Choliq kuliah dengan biaya sendiri. Almarhum pun mengikuti arahan orangtua. Sebelum melanjutkan kuliah almarhum berusaha mengumpulkan modal untuk biaya kuliah dengan bekerja di beberapa tempat.
Manut Jodoh Dipilihkan Orangtua
Atas anugerah Allah akhirnya almarhum diterima sebagai mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Muhammadiyah Surabaya dengan program khusus berasrama tanpa biaya.
Selepas kuliah almarhum dipercaya bekerja di Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim. Banyak tugas dan pekerjaan yang almarhum lakoni, di samping tugas utamanya sebagai sopir.
Lazimnya sopir, kemanapun diperintah atau diajak pergi oleh penggunanya dijalani dengan senang hati dan penuh tanggungjawab. Bahkan apapun perintah pimpinan, almarhum senantiasa sami’na wa atho’na. Ketaatan dan loyalitas pada tugas dan pimpinan yang mengantarkan Cak Choliq diberi amanah sebagai Kepala Kantor PWM Jatim.
Kepatuhan almarhum kepada orangtua dan keluarga tidak hanya sebatas soal studi dan pekerjaan, namun sampai kepada soal jodoh. Semasa kerja di PWM almarhum sering bercerita kepada keluarga bahwa dia punya perhatian khusus dengan kenalan atau teman perempuannya.
Tapi uniknya tidak ada yang sampai memberi harapan untuk berjodoh. Setiap bercerita tetang perjodohan, keluarga selalu bilang kepada almarhum bahwa telah ada calon pasangannya dari kelurga sendiri dan ia mafhum.
Dan pada akhirnya pasangan hidup yang dipilih oleh keluarga itulah yang menjadi pendamping hidup almarhum sampai akhir hayatnya.
In Memoriam Chusnul Choliq: Ulet dan Pekerja Keras
Keuletan Cak Choliq sudah terlihat sejak usia belia. Sebagai anak desa kala itu, di samping membantu pekerjaan orangtua secara umum, almarhum sudah diserahi tanggung jawab untuk memelihara beberapa ekor kambing. Dan kambing yang menjadi tanggung jawab Cak Choliq selalu gemuk.
Apapun pekerjaan asal halal almarhum jalani. Sebelum kuliah di Surabaya, dia pernah berkerja di bengkel mobil di kota Situbondo. Pemilik bengkel sangat senang punya karyawan Cak Choliq karena almarhum ulet, pekerja keras dan disiplin.
Biar pun bermandi oli, pekerjaan sebagai montir dia jalani dengan senang hati tanpa mengeluh. Berangkat pagi pulang menjelang malam.
Ketika Pemuda Muhammadiyah mendirikan TKA dan TPA Melati, Cak Choliq ikut bergabung mengajar ngaji anak usia TK dan SD dengan metode Iqra’.
Almarhum membuat kesepakatan dengan pemilik bengkel bahwa pada hari tertentu dan jam tentu izin keluar bengkel untuk mengajar. Dengan berat hati pemilik bengkel merestui, tentu dengan pengurangan honor.
Singkat cerita, setelah lebih satu tahun tinggal di Situbondo akhirnya Cak Choliq meninggalkan kota santri tersebut dengan profesinya sebagai montir sekaligus ustad, demi mengadu nasib di Kota Pahlawan.
Sambil melokoni jadwal kuliah di fakultas dan mengikuti program asrama yang padat sebagai konsekuensi calon kader Muhammadiyah, almarhum masih sempat sesekali bekerja di perusahaan catering dan pekerjaan lain.
Mengabdi bersama 5 Ketua PWM Jatim
Usai menyelesaikan jenjang pendidikan strata satu, almarhum total mengabdikan dirinya sebagai karyawan di Kantor PWM Jatim. Mulai era kepemimpinan Ustadz Abd. Rahim Nur, Prof Dr Fasich, Prof Dr Syafiq Mughni, Prof Thohir Lutha sampai periode Dr Saad Ibrahim.
Tentu banyak saksi hidup betapa Cak Choliq seorang pekerja keras dan ulet yang memegang posisi sebagai seorang eksekutor, karena almarhum memang kurang menonjol sebagai konseptor atau pemikir.
Pekerjaan perkantoran almarhum jalani tak kenal lelah, seakan tanpa dibatasi dengan jam kerja. Pagi, siang, sampai malam, terutama jika ada event penting: rapat, musyawarah, sosialisasi, pelatihan, bakti social, kunjungan ke pusat dan daerah serta ragam event-event penting lainya.
Kantor sekaligus tempat tinggal bagi Cak Choliq adalah sebagai lahan perjuangan dan pengabdian kepada umat demi menggapai ridla-Nya.
Keuletan dan kerja kerasnya mengiringi derap langkah kemajuan Muhammdiyah Jawa Timur, terutama bidang tata usaha perkantoran atau administrasi.
Secara fisik dari kantor yang sederhana sampai menjelma menjadi kontor yang lumayan besar dan modern. Dari cara pengolahan data manual sampai yang serba digital dan aplikatif, dari kercerdasan alami sampai penggunaan kecerdesan buatan yang serba cepat dan akurat.
Pendek kata, sentuhan tangan Cak Choliq ikut mewarnai dinamika tumbuh kembang tata kelola dan tata laksana perkantoran dari sistem mesin ketik sampai komputer.
In Memoriam Chusnul Choliq: Familier
Yang paling mudah diingat dari sosok Cak Choliq adalah senyum khas dan sapaannya. Almarhum mudah bergaul dan cepat akrab dengan siapapun, tanpa sekat starata sosial.
Mulai pejabat paling atas sampai karyawan paling rendah, dari direktur sampai kondektur dan tukang cukur. Jangan heran bila berjalan dengan Cak Choli , sepanjang jalan akan penuh dengan salam dan sapaan akrab dari banyak orang: teman, kolega, sanak keluarga dan kenalan.
Karakter mudah dan cepat akrab atau familier telah ditunjukakn Cak Choliq ketika masih tinggal di kampung halaman. Hampir semua orang kenal dia, mulai anak-anak sampai orang dewasa, tua dan muda.
Ketika membantu orangtua berladang yang kebetulan dekat jalan utama, hampir setiap orang yang berlalu lalang meneriaki Cak Choliq.
Menolak Dicalonkan Kepala Desa
Di desa Payaman, kampung kelahiranya, almarhum cukup dikenal luas oleh masyarakat. Suatu ketika ada beberapa orang datang kepada keluaraga ‘rasan-rasan‘ bagaimana kalau Cak Choliq dicalonkan sebagai Kepala Desa Payaman dengan dalih popularitasnya lumayan tinngi. Setelah informasi disampaikan kepada almarhum, almarhum hanya tersenyum dan bilang sudah cocok kerja di PWM.
Tak heran, ketika almarhum telah berkiprah di Kantor PWM Jatim hampir semua pimpinan persyarikatan, pengelola, dan karyama amala usaha Muhammadiyah (AUM), terutama di level wilayah dan daerah akrab dengan Cak Cholik.
Karena keakraban para pimpinan Muhammadiyah dengan Cak Cholik, maka mereka tak segan untuk bertanya bahkan minta bantuan kepada Cak Cholik. Mulai hal yang kecil misalnya tentang beasiswa di sekolah Muhammadiyah sampai yang berurusan dengan konflik di amal usaha.
Almarhum dengan senang hati membantu mereka meskipun bukan bidang tugasnya, sehingga banyak orang yang merasa terbantu oleh Cak Cholik.
Bukti bahwa almarhum sosok yang supel bergaul dan familier tergambar dari ungkapan para pelayat yang datang dari berbagai kalangan, merasa kehilangan seorang sosok yang ramah.
Rata-rata mereka memiliki kesan bahwa almarhum suka silaturahim, tidak canggung dan pilih teman bergaul. Pendek kata, almarhum pribadi yang ramah, akrab, dan hangat kepada siapapun.
In Memoriam Chusnul Choliq: Nrimo ing Pandum
Sikap nrimo ing pandum telah menghiasi kepribadian Cak Cholik sejak masa kanak-kanak. Hidup dengan keluarga besar, delapan bersaudara dengan akses sumberdaya ekonomi yang terbatas, tentu banyak hal yang mesti dijatah oleh orangtua terhadap anak-anaknya.
Jatah nasi, lauk, uang jajan, bahkan jatah biaya ke jenjang pendidikan. Cak Choliq selalu menerima pembagian dari orangtua.
Saat menimba ilmu di Ponpes Muhammadiyah Karangasem Paciran, guru akidahnya mengharuskan Cak Choliq ganti nama, dari nama Chusnul Choliq diganti Chusnul Mahluk atau Abdul Choliq, dia menerima arahan sang guru.
Dia memilih nama Husnul Makhluk (sebaik-baik ciptaan). Alasan guru akidah, jika nama Allah (asmaul khusna) harus pakai abdul, kalua tidak, ya husnul mahluk. Namun penggantian nama hanya bersifat sementara, karena di ijazah sekolah dasar terlanjur nama Chusnul Choliq.
Rahasiakan Gaji
Almarhum tidak pernah sekalipun bercerita kepada keluarga yang lain, kecuali barang kali kepada istrinya soal honor selama bekerja di Kantor PWM Jatim.
Bila ada saudaranya yang iseng bertanya padanya, almarhum selalu bilang alhamdulillah tidak kurang suatu apapun. Bahkan almarhum tidak lupa menyisihkan penghasilannya untuk orangtua dan membantu kelurga yang membutuhkan.
Bersama dengan beberapa teman di Muhammadiyah Cak Choliq beberapa kali ikut tes CPNS. Terakhir dengan posisi sebagai tenaga honor penyuluh Cak Choilk sudah dinyakatan lulus CPNS dan tinggal dilanjut dengan pemberkasan.
Berkas sudah diajukan dan beberapa kali perbaikan, namun SK CPNS tak kunjung terbit. Upaya-upya formal telah dilakukan, namun tidak membuahkan hasil. Cak Cholik pasrah dan menerima, barangkali belum takdir Allah menjadi PNS.
Mungkin lebih baik bagi-Nya jika almarhum tetap mengabdi di PWM. Almarhum sampai pada kesimpulan bahwa mengabdi di manapun itu mulia jika dilandasi keikhlasan dan hanya mengharap ridla Allah.
Ihtitam
Demikian, sekelumit ungkapan tetang kepribadian Cak Choliq, Semoga menjadi ibrah bagi kita yang masih diberi kesempatan hidup oleh Yang Maha Hidup.
Dari paparan di atas, hendaknya kita sadar bahwa setiap manusia memiliki kepribadian yang unik dan khas sehingga berbeda dengan pribadi yang lain. Atau masing-masing individu memiliki cara bagaimana bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain yang tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Hal mana sesui ungkapan “likulli syain maziyah” (setiap orang punya kelebihan).
Harapan keluarga, apa yang menjadi kelebihan Cak Choliq kiranya dapat diambil sebagai pelajaran dan segala kekurangannya dimaafkan dan tak perlu diingat kembali.
Sosok yang Semoga Menginspirasi
Semoga Cak Choliq tenang di alam barzah dan menjalani etape kehidupan berikutnya dengan selamat dan penuh berkah. Dan keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran.
Bagi kita yang masih hidup di dunia harus senantiasa menyadari bahwa kita akan menyusulnya. Kapan waktunya dan dimana tempatnya adalah misteri ilahi, yang muda bisa lebih dulu dari yang tua, yang sehat bisa mendahului yang sakit.
Penyakit bukan satu-satunya penyebab kematian, banyak sebab menuju pintu kematian. Tidak perlu berani mati, takut mati boleh sepanjang untuk instropeksi diri menambah bekal akhirat, tapi yang utama adalah siap menghadapinya.
Mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menyambutnya, yakni dengan memperbanyak mengingatnya dan mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya. Bekal menghadapi kematian yang paling utama adalah takwa, dalam arti berusaha mengamalkan perintah-perintah-Nya dan menjahui larangan-larangan-Nya, memperbanyak amal saleh dan menjahui amal salah (maksiat).
Karena masing-masing manusia akan mempertanggungjawabkan amalnya secara pribadi di hadapan Mahkamah Ilihiyah Kubro.
Lamongan, 6 Februari 2020
Kolom oleh A. Zahri, kakak Chusnul Choliq. Editor Mohammad Nurfatoni.