PWMU.CO – Kamis (22/8/2024) masyarakat dari berbagai kalangan turun ke jalan untuk menyuarakan protes terhadap DPR RI. Ada sebagian masyarakat dari elemen mahasiswa maupun buruh yang melakukan demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR Senayan, ada juga yang berkumpul di depan Gedung Mahkamah Konstitusi.
Bahkan, hingga Sabtu (24/8/2024) tercatat ada beberapa daerah lain yang masih mengawal putusan MK meski DPR RI menyatakan batal merevisi UU Pilkada. Hal ini secara tidak langsung menjadi situasi darurat.
Sebelumnya, Selasa (20/8/2024) Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan bahwa calon kepala daerah minimal berusia 30 tahun saat mencalonkan diri. Selain itu, MK juga menetapkan threshold (ambang batas) suara partai yang bisa mengusung kepala daerah itu 7,5 persen.
Keesokan harinya, Rabu (21/8/2024) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengadakan rapat membahas bahwa DPR menggunakan putusan MA untuk syarat pencalonan kepala daerah. Putusan MA tersebut menyebutkan bahwa syarat minimal 30 tahun adalah saat pelantikan kepala daerah, bukan ketika mencalonkan diri.
Menanggapi hal tersebut, masyarakat langsung merespons di media sosial dengan membagikan gambar burung Garuda berlatar biru dengan tulisan “Peringatan darurat”. Bersamaan dengan tagar #kawalputusanMK, masyarakat menyuarakan kekecewaannya terhadap DPR yang berencana mengubah UU Pilkada.
Tanggapan Wakil Ketua PWM Jatim
Wakil Ketua Pimpinan wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Muhammad Abduh juga memberikan komentarnya terhadap kejadian ini.
Dia menyebutkan bahwa keputusan MK berkekuatan hukum tetap dan bersifat final. Tidak hanya berlaku bagi pihak berperkara, tetapi mengikat dan sifat hukumnya secara publik dan berlaku pada siapa saja.
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 10 ayat (1) UU no. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menjelaskan “putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final. Yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukun yang dapat ditempuh. Sifat final dalam keputusan Mahkamah Konstitusi dalam undang-undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat dan final (final and binding)”.
“Jadi, semua harus taat dan tidak bisa mengubah seenaknya,” ujar Muhammad Abduh. (*)
Penulis Wildan Nanda Rahmatullah Editor Azrohal Hasan